Laman

Sabtu, 04 Agustus 2012

EMFISEMA

BAB I

PENDAHULUAN


 


 

  1. Latar Belakang

Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah suatu penyakit yang ditandai dengan adanya obstruksi aliran udara yang disebabkan oleh bronkitis kronis atau empisema. Penyebab utama obstruksi bermacam – macam mis., inflamasi jalan nafas, perlengkertan mukosa, penyempitan lumen jalan nafas, atau kerusakan jalan nafas. Sekitar 14 juta orang Amerika terserang PPOK dan Asma sekarang menjadi penyebab kematian keempat di Amerika Serikat. Lebih dari 90.000 kematian dilaporkan setiap tahunnya. Rata-rata kematian akibat PPOK meningkat cepat, terutama pada penderita laki-laki lanjut usia.


Oleh karena itu penyakit PPOK haruslah mendapatkan pengobatan yang baik dan terutama perawatan yang komprehensif, semenjak serangan sampai dengan perawatan di rumah sakit. Dan yang lebih penting dalah perawatan untuk memberikan pengetahuan dan pendidikan kepada pasien dan keluarga tentang perawatan dan pencegahan serangan berulang pada pasien PPOK di rumah. Hal ini diperlukan perawatan yang komprehensif dan paripurna saat di Rumah Sakit.


 

  1. Tujuan

Tujuan penulisan ini adalah :

a. Mengetahui dan memahami tentang proses penyakit, pengertian, penyebab, pengobatan dan perawatan dari PPOK.

b. Mengetahui dan memahami pengkajian yang dilakukan, masalah keperawatan yang muncul, rencana keperawaatan dan tindakan keperawatan yang diberikan dan evaluasi keperawatan yang dilakukan.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB II

TINJAUAN TEORITIS


 

  1. Anatomi fisiologi Paru-paru

Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (gelembung hawa = alveoli). Gelembung-gelembung alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2 pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk ke dalam darah dan C02 dikeluarkan dari darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih 700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).

Pembagian paru-paru; paru-paru dibagi 2 (dua) :

  1. Paru-paru kanan, terdiri dari 3 lobus (belah paru), Lobus Pulmo dekstra superior, Lobus media, dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
  2. Paru-paru kiri, terdiri dari; Pulmo sinester lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan-belahan yang lebih kecil bernama segment.

Paru-paru kiri mempunyai 10 segmen yaitu; 5 (lima) buah segment pada lobus superior, dan 5 (lima) buah segment pada inferior. Paru-paru kanan mempunyai 10 segmen yaitu;5 (lima) buah segmen pada lobus superior; 2 (dua) buah segmen pada lobus medialis, dan 3 (tiga) buah segmen pada lobus inferior. Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus.

Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikal yang berisi pembuluh-pembuluh darah getah bening dan saraf-saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah bronkiolus. Di dalam lobulus, bronkiolus ini bercabang-cabang banyak sekali, cabang-cabang ini disebut duktus alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 - 0,3 mm.

Letak paru-paru.

Pada rongga dada datarannya menghadap ke tengah rongga dada/kavum mediastinum. Pada ba-gian tengah iiu tcrdapal lampuk paiu-paru alau hilus Pada mediastinum depan terletak jantung. Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi 2 (dua):

  1. Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru.
  2. Pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar

Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum/hampa udara sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eskudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding dada dimana sewaktu bernapas bergerak.

Pembuluh darah pada paru

Sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dinding 1/3 dan tebal ventrikel kiri, Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri. Selain aliran melalui arteri pulmonal ada darah yang langsung mengalir ke paru-paru dad aorta melalui arteri bronkialis. Darah ini adalah darah "kaya oksigen" (oxyge-nated) dibandingkan dengan darah pulmonal yang relatif kekurangan oksigen.

Darah ini kembali melalui vena pulmonalis ke atrium kiri. Arteri pulmonalis membawa darah yang sedikit mengandung 02 dari ventrikel kanan ke paru-paru. Cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial sampai ke alveoli halus. Alveoli itu membelah dan membentuk jaringan kapiler, dan jaringan kapiler itu menyentuh dinding alveoli (gelembung udara). Jadi darah dan udara hanya dipisahkan oleh dinding kapiler.

Dari epitel alveoli, akhirnya kapiler menjadi satu sampai menjadi vena pulmonalis dan sejajar dengan cabang tenggorok yang keluar melalui tampuk paru-paru ke serambi jantung kiri (darah mengandung 02), sisa dari vena pulmonalis ditentukan dari setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang mencapai vena kava inferior, maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.

Kapasitas paru-paru. Merupakan kesanggupan paru-paru dalam menampung udara didalamnya. Kapasitas paru-paru dapat dibedakan sebagai berikut :

  1. Kapasitas total. Yaitu jumlah udara yang dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya. Dalam hal ini angka yang kita dapat tergantung pada beberapa hal: Kondisi paru-paru, umur, sikap dan bentuk seseorang,
  2. Kapasitas vital. Yaitu jumlah udara yang dapat dikeluarkan setelah ekspirasi maksima.l Dalam keadaan yang normal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak ± 5 liter
  3. Waktu ekspirasi. Di dalam paru-paru masih tertinggal 3 liter udara. Pada waktu kita bernapas biasa udara yang masuk ke dalam paru-paru 2.600 cm3 (2 1/2 liter)
  4. Jumlah pernapasan. Dalam keadaan yang normal: Orang dewasa: 16 - 18 x/menit, Anak-anak kira-kira : 24 x/menit, Bayi kira-kira : 30 x/menit, Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernafasan bisa bertambah cepat dan sebaliknya.

Beberapa hal yang berhubungan dengan pernapasan; bentuk menghembuskan napas dengan tiba-tiba yang kekuatannya luar biasa, akibat dari salah satu rangsangan baik yang berasal dari luar bahan-bahan kimia yang merangsang selaput lendir di jalan pernapasan. Bersin. Pengeluaran napas dengan tiba-tiba dari terangsangnya selaput lendir hidung, dalam hal ini udara keluar dari hidung dan mulut


 

  1. Pengertian

a. PPOK Merujuk pada sejumlah gangguan yang mempengaruhi pergerakan udara dari dan keluar Paru. Gangguan yang penting adalah Bronkhitis Obstruktif, Emphysema dan Asthma Bronkiale. (Black. J. M. & Matassarin,.E. J. 1993).

b. Suatu kondisi dimana aliran udara pada paru tersumbat secara terus menerus. Proses penyakit ini adalah seringkali kombinasi dari 2 atau 3 kondisi berikut ini (Bronkhitis Obstruktif Kronis, Emphysema dan Asthma Bronkiale) dengan suatu penyebab primer dan yang lain adalah komplikasi dari penyakit primer.(Enggram, B. 1996).

  • Emphysema
    Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar



C. Penyebab

  1. Faktor Genetik

Factor genetic mempunyai peran pada penyakit emfisema. Factor genetic diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus, riwayat penyakit obstruksiparu pada keluarga, dan defisiensi protein alfa – 1 anti tripsin.

  1. Hipotesis Elastase-Anti Elastase

Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.

c. Rokok

Rokok adalah penyebab utama timbulnya bronkitits kronik dan emfisema paru. Secara patologis rokok berhubungan dengan hyperplasia kelenjar mucus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.

  1. Infeksi

Infeksi menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanyapun lebih berat. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronchitis kronik selalu menyebabkan infeksiparu bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.


 


 

e. Polusi

Sebagai factor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.

  1. Faktor Sosial Ekonomi

Emfisema lebih banyak didapat pada golongan social ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan factor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.


 

D. Patofisiologi

Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru. Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan.

Perubahan keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1 anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru kedalam yaitu elastisitas paru.

Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup.Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.

E. Pembagian Emfisema

Emfisema dibagi menurut pola asinus yang terserang. Ada dua bentuk pola morfologik dari emfisema yaitu:

  1. CLE (Emfisema Sentrilobular)

    CLE ini secara selektif hanya menyerang bagian bronkhiolus respiratorius. Dinding-dinding mulai berlubang, membesar, bergabung dan akhirnya cenderung menjadi satu ruang. Mula-mula duktus alveolarisyang lebih distal dapat dipertahankan penyakit ini sering kali lebih berat menyerang bagian atas paru-paru, tapi cenderung menyebar tidak merata. CLE lebih banyak ditemukan pada pria dibandingkan dengan bronchitis kronik, dan jarang ditemukan pada mereka yang tidak merokok (Sylvia A. Price 1995).

  2. PLE (Emfisema Panlobular)

    Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus yang terletak distal dari bronkhiolus terminalis mengalami pembesaran serta kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar merata diseluruhparu-paru . PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil penderita emfisema primer, Tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema akibat usia tua dan bronchitis kronik. Penyebab emfisema primer ini tidak diketahui, tetapi telah diketahui adanya devisiensi enzimalfa 1-antitripsin. Alfa-antitripsin adalah anti protease. Diperkirakan alfa-antitripsin sangat penting untuk perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami( Cherniack dan cherniack, 1983).

PLE dan CLE sering kali ditandai dengan adanya bula tetapi dapat juga tidak.Biasanya bula timbul akibat adanya penyumbatan katup pengatur bronkhiolus. Pada waktu inspirasi lumen bronkhiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus.. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkhiolus tersebut kembali menyempit, sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara.


 

F. Manifestasi Klinis

Emfisema paru adalah suatu penyakit menahun, terjadi sedikit demi sedikit bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok berumur 15-25 tahun. Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.


 

G. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksan Radiologis

Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.

b. Pemeriksaan Fungsi Paru

Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi berkurang.

  1. Analisis Gas Darah

    Ventilasi yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.

    1. Pemeriksaan EKG

      Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF. Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.


       

H. Penata Laksanaan

Penata laksanaan emfisema paru terbagi atas :

  1. Penyuluhan

    Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.

  2. Pencegahan

    * Rokok

    Merokok harus dihentikan meskipun sukar. Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan

* Menghindari lingkungan polusi

Sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.

* Vaksin

Dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.

  1. Terapi Farmakologi

    Tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai komponen yang reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan :

    * Pemberian Bronkodilator

    a. Golongan Teofilin

    Biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15 mg/L.


     

    b. Golongan Agonis B2

    Biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang dengan pemberian agak lama.


     

    * Pemberian Kortikosteroid

    Pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi saluran nafas.Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau tidak ada respon baru dihentikan.

    * Mengurangi Sekresi Mucus

    a. Minum cukup,supaya tidak dehidrasi dan mucus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat.

    b. Ekspektoran, yang sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida.

    c. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum.

    d. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.


     

d. Fisioterapi dan Rehabilitasi

Tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional.

Program fisioterapi yang dilaksanakan berguna untuk :

* Mengeluarkan mucus dari saluran nafas.

* Memperbaiki efisiensi ventilasi.

* Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis

e. Pemberian O2 Dalam Jangka Panjang

Pemberian O2 dalam jangka panjang akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama 19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari.


 


 


 


 

BAB III

ASUHAN KEPERWATAN PASIEN DENGAN EMFISEMA PARU


 

  1. Pengkajian

1. Riwayat atau faktor penunjang :

- Merokok merupakan faktor penyebab utama.

- Tinggal atau bekerja di area dengan polusi udara berat.

- Riwayat alergi pada keluarga

- Riwayat Asthma pada anak-anak.


 

2. Riwayat atau adanya faktor pencetus eksaserbasi :

- Alergen.

- Stress emosional.

- Aktivitas fisik yang berlebihan.

- Polusi udara.

- Infeksi saluran nafas.


 


 

3. Pemeriksaan fisik :

a. Manifestasi klinik Penyakit Paru Obstruktif Kronik :

• Peningkatan dispnea.

• Penggunaan otot-otot aksesori pernafasan (retraksi otot-otot abdominal, mengangkat bahu saat inspirasi, nafas cuping hidung).

• Penurunan bunyi nafas.

• Takipnea.

b. Gejala yang menetap pada penyakit dasar

Emphysema : Penampilan fisik kurus dengan dada "barrel chest" (diameter thoraks anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
- Fase ekspirasi memanjang.

- Emphysema (tahap lanjut) : Hipoksemia dan hiperkapnia.

- Penampilan sebagai "pink puffers"

- Jari-jari tabuh.


 

B. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan utama pasien mencakup berikut ini:

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
  2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
  3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
  4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
  5. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
  6. Ganggua pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
  7. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
  8. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
  9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
  10. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.

Masalah kolaboratif/Potensial komplikasi yang dapat terjadi termasuk:

  1. Gagal/insufisiensi pernapasan
  2. Hipoksemia
  3. Atelektasis
  4. Pneumonia
  5. Pneumotoraks
  6. Hipertensi paru
  7. Gagal jantung kanan


 


 

  1. Intervensi Keperawatan

  1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi, peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga dan infeksi bronkopulmonal.
    1. Tujuan: Pencapaian bersihan jalan napas klien
    2. Intervensi keperawatan:
      1. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor pulmonal.
      2. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan diafragmatik dan batuk.
      3. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis terukur, atau IPPB
      4. Lakukan drainage postural dengan perkusi dan vibrasi pada pagi hari dan malam hari sesuai yang diharuskan.
      5. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
      6. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum, perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas pendek, rasa sesak didada, keletihan.
      7. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
      8. Berikan dorongan pada pasien untuk melakukan imunisasi terhadap influenzae dan streptococcus pneumoniae.
    1. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus, bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
      1. Tujuan: Perbaikan pola pernapasan klien
      2. Intervensi:
        1. Ajarkan klien latihan bernapas diafragmatik dan pernapasan bibir dirapatkan.
        2. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dengan periode istirahat. Biarkan pasien membuat keputusan tentang perawatannya berdasarkan tingkat toleransi pasien.
        3. Berikan dorongan penggunaan latihan otot-otot pernapasan jika diharuskan.
    2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
      1. Tujuan: Perbaikan dalam pertukaran gas
      2. Intervensi keperawatan:
        1. Deteksi bronkospasme saat auskultasi .
        2. Pantau klien terhadap dispnea dan hipoksia.
        3. Berikan obat-obatan bronkodialtor dan kortikosteroid dengan tepat dan waspada kemungkinan efek sampingnya.
        4. Berikan terapi aerosol sebelum waktu makan, untuk membantu mengencerkan sekresi sehingga ventilasi paru mengalami perbaikan.
        5. Pantau pemberian oksigen.
    3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen.
      1. Tujuan: Memperlihatkan kemajuan pada tingkat yang lebih tinggi dari aktivitas yang mungkin.
      2. Intervensi keperawatan:
        1. Kaji respon individu terhadap aktivitas; nadi, tekanan darah, pernapasan.
        2. Ukur tanda-tanda vital segera setelah aktivitas, istirahatkan klien selama 3 menit kemudian ukur lagi tanda-tanda vital.
        3. Dukung pasien dalam menegakkan latihan teratur dengan menggunakan treadmill dan exercycle, berjalan atau latihan lainnya yang sesuai, seperti berjalan perlahan.
        4. Kaji tingkat fungsi pasien yang terakhir dan kembangkan rencana latihan berdasarkan pada status fungsi dasar.
        5. Sarankan konsultasi dengan ahli terapi fisik untuk menentukan program latihan spesifik terhadap kemampuan pasien.
        6. Sediakan oksigen sebagaiman diperlukan sebelum dan selama menjalankan aktivitas untuk berjaga-jaga.
        7. Tingkatkan aktivitas secara bertahap; klien yang sedang atau tirah baring lama mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
        8. Tingkatkan toleransi terhadap aktivitas dengan mendorong klien melakukan aktivitas lebih lambat, atau waktu yang lebih singkat, dengan istirahat yang lebih banyak atau dengan banyak bantuan.
        9. Secara bertahap tingkatkan toleransi latihan dengan meningkatkan waktu diluar tempat tidur sampai 15 menit tiap hari sebanyak 3 kali sehari.
    4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.
      1. Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.
      2. Intervensi keperawatan:
        1. Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kesulitan makan. Evaluasi berat badan dan ukuran tubuh.
        2. Auskultasi bunyi usus
        3. Berikan perawatan oral sering, buang sekret.
        4. Dorong periode istirahat I jam sebelum dan sesudah makan.
        5. Pesankan diet lunak, porsi kecil sering, tidak perlu dikunyah lama.
        6. Hindari makanan yang diperkirakan dapat menghasilkan gas.
        7. Timbang berat badan tiap hari sesuai indikasi.
    5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan ketidaknyamanan, pengaturan posisi.
      1. Tujuan: Kebutuhan tidur terpenuhi
      2. Intervensi keperawatan:
        1. Bantu klien latihan relaksasi ditempat tidur.
        2. Lakukan pengusapan punggung saat hendak tidur dan anjurkan keluarga untuk melakukan tindakan tersebut.
        3. Atur posisi yang nyaman menjelang tidur, biasanya posisi high fowler.
        4. Lakukan penjadwalan waktu tidur yang sesuai dengan kebiasaan pasien.
        5. Berikan makanan ringan menjelang tidur jika klien bersedia.
    6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.
      1. Tujuan: Kemandirian dalam aktivitas perawatan diri
      2. Intervensi:
        1. Ajarkan mengkoordinasikan pernapasan diafragmatik dengan aktivitas seperti berjalan, mandi, membungkuk, atau menaiki tangga.
        2. Dorong klien untuk mandi, berpakaian, dan berjalan dalam jarak dekat, istirahat sesuai kebutuhan untuk menghindari keletihan dan dispnea berlebihan. Bahas tindakan penghematan energi.
        3. Ajarkan tentang postural drainage bila memungkinkan.
    7. Ansietas berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri, ancaman terhadap kematian, keperluan yang tidak terpenuhi.
      1. Tujuan: Klien tidak terjadi kecemasan
      2. Intervensi keperawatan:
        1. Bantu klien untuk menceritakan kecemasan dan ketakutannya pada perawat.
        2. Jangan tinggalkan pasien sendirian selama mengalami sesak.
        3. Jelaskan kepada keluarga pentingnya mendampingi klien saat mengalami sesak.
    8. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan kurang sosialisasi, ansietas, depresi, tingkat aktivitas rendah dan ketidakmampuan untuk bekerja.
      1. Tujuan: Pencapaian tingkat koping yang optimal.
      2. Intervensi keperawatan:
        1. Mengadopsi sikap yang penuh harapan dan memberikan semangat yang ditujukan pada pasien.
        2. Dorong aktivitas sampai tingkat toleransi gejala
        3. Ajarkan teknik relaksasi atau berikan rekaman untuk relaksasi bagi pasien.
        4. Daftarkan pasien pada program rehabilitasi pulmonari bila tersedia.
        5. Tingkatkan harga diri klien.
        6. Rencanakan terapi kelompok untuk menghilangkan kekesalan yang sangat menumpuk.
    9. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi, tidak mengetahui sumber informasi.
      1. Tujuan: Klien meningkat pengetahuannya.
      2. Intervensi keperawatan:
        1. Bantu pasien mengerti tentang tujuan jangka panjang dan jangka pendek; ajarkan pasien tentang penyakit dan perawatannya.
        2. Diskusikan keperluan untuk berhenti merokok. Berikan informasi tentang sumber-sumber kelompok.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

BAB IV

PENUTUP


 

  1. Kesimpulan

Jadi secara umum emfisema adalah suatu perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai dengan pelebaran dinding alveolus, duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar yang terjadi sedikit demi sedikit selama bertahun-bertahun. Biasanya mulai pada pasien perokok yang berkisar 15-25 tahun.

Pada umur 25-35 tahun mulai timbul perubahan pada saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 tahun timbul batuk yang produktif. Pada umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal, yang dapat menyebabkan kegagalan nafas dan meninggal dunia.

B. Saran

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga dapat bermanfaat bagi penulis sendiri khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Bagi para pembaca diharapkan dapat mengatur pola hidup sehat mulai dari sekarang seperti tidak merokok, menghidari linkungan polusi dan bila perlu dapat dilakukan vaksinasi.


 


 


 

DAFTAR PUSTAKA



Doenges, Marilynn E. (1999) Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Pasien, alih bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, edisi 3, Jakarta: EGC

Barbara Engram. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol. 1. Penerbit EGC. Jakarta

Swearingen. (2000). Keperawatan Medikal Bedah,edisi 2. Jakarta: EGC

http://kapukpkusolo.blogspot.com/2010/10/askep-ppok-penyakit-paru-obstruktif.html


 


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar