Laman

Selasa, 08 Januari 2013

ASUHAN KEPERAWATAN ANAK DENGANATRESIA ANI (ANUS IMPERFORATA)

A. Definisi

    

Atresia Ani berasal dari dari bahasa Yunani, artinya tidak ada, atresia artinya nutrisi atau makanan. Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau tertutupnya lubang badan normal atau organ tubuler secara kongenital disebut juga clausura. Dengan kata lain tidak adanya lubang di tempat yang seharusnya atau buntutnya saluran atau rongga tubuh. Hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia ani yaitu tidak berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu Anus Imperforate atau Malformasi Anorektal.

Menurut Ladd dan Gross (1966) anus imperforate dibagi 4 golongan, yaitu :

  1. Stenosis rectum yang lebih rendah atau pada anus.
  2. Membran anus yang menutup.
    1. Anus imperforate dan ujung rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum.
    2. Lubang anus yang terpisah dengan ujung rectum.


 

Atresia Anus dapat dikelompokkan menjadi beberapa tipe:

  1. Saluran anus atau rektum bagian bawah mengalami stenosis dalam berbagai derajat.
  2. Terdapatnya suatu membran tipis yang menutupi anus karena menetapnya membran anus.
  3. Anus tidak terbentuk dan rektum berakhir sebagai suatu suatu kantung yang buntu terletak pada jarak tertentu dari kulit di daerah anus yang seharusnya terbentuk lekukan anus).
  4. Saluran anus dan rektum bagian bawah membentuk suatu kantung buntu yang terpisah,pada jarak tertentu dari ujung rektum yang berakhir sebagai kantung buntu..
  5. Kelainan yang berdasarkan hubungan antara bagian terbawah rektum yang normal dengan otot puborektalis yangmemiliki fungsi sangat penting dalam proses defekasi,dikenal sebagai klasifikasi melboume.
  6. Kelainan letak rendah Rektum telah menembus "lebator sling" sehingga sfingter ani internal dalam keadaan utuh dan dapat berfungsi normal contohnya berupa stenosis anus (tertutupnya anus oleh suatu membran tipis yang seringkali disertai fistula anokutaneus dan anus ektopikyang selalu terletak dianterior lokasi anus yang normal).
  7. Rektum berupa kelainan letak tengah Di daerah anus seharusnya terbentuk secara lazim terdapat lekukan anus (anal dimple) yang cukup dalam. Namun,pada kelainan yang jarang ditemukan ini sering terdapat fistula rektouretra yang menghubungkan rektum yang buntu dengan uretra pars bulbaris.
  8. Kelainan letak tinggi. Kelainan ini lebih banyak ditemukan pada bayi laki-laki, sebaliknya kelinan letak redah sering ditemukan pada bayi perempuan. Pada perempuan dapat ditemukan fistula -and kutaneus, fistula rektoperinium dan fistula rektovagina. Sedangkan pada laki-laki dapat ditemukan dua bentuk fistula yaitu fistula ektourinaria dan fistula rektoperineum. Fistula ini menghubungkan rektum dengan kandung kemih pada daerah trigonum vesika. Fistula tidak dapat dilalui jika mekonoium jika brukuran sangat kecil, sedangkan fistula dapat mengeluarkan mekonium dalam rektum yang buntu jika berukuran cukup besar. Oleh karena itu, dapat terjadi kelainan bentuk anorektum disertai fistula
  9. Kelainan bawaan anus juga dapat disebabkan gangguan pertumbuhan dan fusi.
  10. Gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum dan sinus urogenital


B. Etiologi
Atresia dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

  • Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir lubang dubur.
  • Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
  • Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu ke empat sampai keenam usia kehamilan.


 

C. Patofisiologi
Atresia ani atau anus imperforate dapat disebabkan karena :

  1. Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
  2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
  3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan.
  4. Berkaitan dengan sindrom down.
  5. Atresia anus adalah suatu kelainan bawaan.


 

Terdapat tiga macam letak

  • Tinggi (supralevator) → rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. letak supralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
  • Intermediate → rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak menembusnya.
  • Rendah → rectum berakhir di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm. Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum, pada laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius


 

D. Tanda dan gejala

  • Mekonium tidak keluar dalam waktu 24-48 jam setelah lahir.
  • Tinja keluar dari vagina atau uretra.
  • Perut menggembung.
  • Muntah.
  • Tidak bisa buang air besar.
  • Tidak adanya anus, dengan ada/tidak adanya fistula.
  • Pada atresia ani letak rendah mengakibatkan distensi perut, muntah, gangguan cairan elektrolit dan asam basa.


 

E. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang

Anamnesis perjalanan penyakit yang khas dan gambaran klinis perut membuncit seluruhnya merupakan kunci diagnosis pemeriksaan penunjang yang dapat membantu menegakkan diagnosis ialah pemeriksaan radiologik dengan enema barium. disini akan terlihat gambaran klasik seperti daerah transisi dari lumen sempit kedaerah yang melebar. pada foto 24 jam kemudian terlihat retensi barium dan gambaran makrokolon pada hirschsprung segmen panjang. Pemeriksaan biopsi hisap rektum dapat digunakan untuk mencari tanda histologik yang khas yaitu tidak adanya sel ganglion parasimpatik dilapisan muskularis mukosa dan adanya serabut syaraf yang menebal pada pemeriksaan histokimia, aktifitas kolinaterase meningkat.

Atresia ani biasanya jelas sehingga diagnosis sering dapat ditegakkan segera setelah bayi lahir dengan melakukan inspeksi secara tepat dan cermat pada daerah perineum. Diagnosis kelainan anurektum tipe pertama dan keempat dapat terlewatkan sampai diketahui bayi mengalami distensi perut dan tidak mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium.

Pada bayi dengan kelainan tipe satu/kelainan letak rendah baik berupa stenosis atau anus ektopik sering mengalami kesulitan mengeluarkan mekonium. Pada stenosis yang ringan, bayi sering tidak menunjukkan keluhan apapun selama beberapa bulan setelah lahir. Megakolon sekunder dapat terbentuk akibat adanya obstruksi kronik saluran cerna bagian bawah daerah stenosis yang sering bertambah berat akibat mengerasnya tinja. Bayi dengan kelainan tipe kedua yang tidak disertai fistula/fistula terlalu kecil untuk dilalui mekonium sering akan mengalami obstruksi usus dalam 48 jam stelah lahir. Didaerah anus seharusnya terentukpenonjolan membran tipis yang tampak lebih gelap dari kulit disekitarnya, karena mekonium terletak dibalik membran tersebut. Kelainan letak tinggi atau agenesis rectum seharusnya terdapat suatu lekukan yang berbatas tegas dan memiliki pigmen yang lebih banyak daripada kulit disekitarnya sehingga pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan lubang fistulla pada dinding posterior vagina/perinium, atau tanda-tanda adanya fistula rektourinaria. Fistula rektourinaria biasanya ditandaioleh keluarnya mekonium serta keluarnya udara dari uretra. Diagnosis keempat dapat terlewatkan sampai beberpa hari karena bayi tampak memiliki anus yang normal namun salurran anus pendek dan berakhir buntu. Manifestasi obstruksi usus terjadi segera setelah bayi lahir karena bayi tidak dapat mengeluarkan mekonium. Diagnosis biasanya dapat dibuat dengan pemeriksaan colok dubur.


F. Komplikasi

Semua pasien yang mempunyai informasi anorektal dengan kortmobiditas yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah anak pada umumnya mempunyai control usus yang baik, tetpai masih dapat menjadi konstipasi. Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun akibat ini sulut diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi terjadionya kontinensia.

G. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Penanganan secara preventif antara lain:

  1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
  2. Mmeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
  3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
    Rehabilitasi dan Pengobatan.
  4. melakukan pemeriksaan colok dubur
  5. melakukan pemeriksaan radiologik pemeriksaan foto rontgen bermanfaat dalam usaha menentukan letak ujung rectum yang buntu setelah berumur 24 jam, bayi harus diletakkan dalam keadaan posisi terbalik sellama tiga menit, sendi panggul dalam keadaan sedikit ekstensi lalu dibuat foto pandangan anteroposterior dan lateral setelah petanda diletakkan pada daerah lakukan anus.
  6. Melakukan tindakan kolostomi neonatus tindakan ini harus segera diambil jika tidak ada evakuasi mekonium.
  7. Pada stenosis yang berat perlu dilakukan dilatasi setrap hari dengan kateter uretra, dilatasi hegar, atau speculum hidung berukuran kecil selanjutnya orang tua dapat melakukan dilatasi sendiri dirumah dengan jari tangan yang
    dilakukan selama 6 bulan sampai daerah stenosis melunak dan fungsi defekasi mencapai keadaan normal.
  8. Melakukan operasi anapelasti perineum yang kemudian dilanjutkan dengan dilatasi pada anus yang baru pada kelainan tipe dua.
  9. Pada kelainan tipe tiga dilakukan pembedahan rekonstruktif melalui anoproktoplasti pada masa neonatus.


 

  1. Melakukan pembedahan rekonstruktif antara lain: operasi abdominoperineum pada usia (1 tahun) operasi anorektoplasti sagital posterior pada usia (8-12 bulan) pendekatan sakrum setelah bayi berumur (6-9 bulan).


 

  1. Penanganan tipe empat dilakukan dengan kolostomi kemudian dilanjutkan dengan operasi "abdominal pull-through" manfaat kolostomi adalah antara lain:
    1. Mengatasi obstruksi usus.
    2. Memungkinkan pembedahan rekonstruktif untuk dikerjakan dengan lapangan operasi yang bersih.
    3. Memberi kesempatan pada ahli bedah untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha menentukan letak ujung rektum yang buntu serta menemukan kelainan bawaan yang lain.


 

Pada kasus atresia ani atau anus imperforata ini pengobatannya dilakukan dengan jalan operasi. Teknik terbaru dari operasi atresia ani ini adalah teknik Postero Sagital Ano Recto Plasty (PSARP). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien. Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama, yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini punya resiko gagal tinggi karena harus membuka dinding perut.


 


 


H. Asuhan Keperawatan


PENGKAJIAN

  1. Lakukan pengajian fisik bayi baru lahir dengan perhatian khusus pada area perianal
  2. Observasi adanya pasase mekonium, perhatikan bila mekonium tampak pada orifisium yang tidak tepat
  3. Observasi feses yang seperti karbon pada bayi yang lebih besar atau anak kecil yang mempunyai riwayat kesulitan defekasi atau distensi abdomen
  4. Bantu dengan prosedur diagnostic, misal dengan endoskopi dan radiografi
  5. Kaji pemahaman keluarga tentang rencana pengobatan dan apa yang akan terjadi pada pasca operasi
  6. Kaji adanya bukti infeksi pada anak
  7. Tinjau ulang hasil tes lab untuk temuan abnormal


 


 


 

DIAGNOSA DAN PERENCANAAN


Diagnosa 1
: Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur bedah , anestesi

Tujuan :
1. Pasien menunjukkan tanda-tanda penyembuhan luka tanpa bukti infeksi luka
2. pasien tidak menunjukkan bukti-bukti komplikasi


Hasil yang diharapkan :

  1. Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi luka.
  2. Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti komplikasi


 

Intervensi keperawatan/Rasional:

  1. Gunakan teknik mencuci tangan yang tepat dengan kewaspadaan universal lain, terutama bila terdapat drainase luka.
  2. Lakukan perawatan luka dengan hati-hati untuk meminimalkan resiko infeksi
    Jaga agar luka bersih dan balutan utuh.
  3. Pasang balutan yang meningkatkan kelembaban penyembuhan luka (mis,balutan hidrokoloid)

* Ganti balutan bila diindikasikan, jika kotor, buang balutan yang kotor dengan hati-hati

* Lakukan perawatan luka khusus sesuai dengan ketentuan

* Bersihkan dengan preparat yang ditentukan

* Berikan larutan antimicrobial dan/atau salep sesuai instruksi untuk mencegah infeksi

* Laporkan adanya tampilan tak umum atau drainase untuk deteksi dini adanya infeksi

* Ambulansi sesuai ketentuan untuk menurunkan komplikasi yang berhubungan dengan imobilitas


 

Diagnosa 2 : Nyeri berhubungan dengan insisi bedah

Tujuan :

  1. Pasien tidak mengalami nyeri atau penurunan nyeri sampai tingkat yang dapat diterima anak.


 

Hasil yang diharapkan :

  1. Anak beristirahat tenang dan menunjukkan bukti-bukti nyeri yang minimal atau tidak ada.

Intervensi keperawatan/Rasional:

  1. Jangan menunggu sampai anak mengalami nyeri hebat untuk intervensi untuk mencegah terjadinya nyeri.
  2. Hindari mempalpasi area operasi kecuali jika diperlukan
  3. Pasang selang rectal jika diindikasikan untuk menghilangkan gas
  4. Lakukan aktivitas dan prosedur keperawatan (mis:mengganti balutan, napas dalam, ambulansi) setelah analgesia
  5. Berikan analgesic sesuai ketentuan untuk nyeri


 


 

Diagnosa 3 : Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status puasa sebelum dan atau sesudah pembedahan, kehilangan nafsu makan, muntah

Tujuan :

  1. Pasien mendapat hidrasi yang adekuat

Hasil yang diharapkan :

  1. Anak tidak menunjukkan dehidrasi

Intervensi keperawatan/Rasional:

  1. Pantau infuse IV pada kecepatan yang ditentukan untuk memastikan hidrasi yang adekuat
  2. Berikan cairan segera setelah diinstruksikan atau ditoleransi anak
  3. Dorong anak untuk minum


 


 


 

Diagnosa 4 : Resiko tinggi Cedera berhubungan dengan ketidakmampuan mengevakuasi rectum,pembedahan

Tujuan :

  1. Pasien tidak mengalami komplikasi praoperasi dan pasca operasi

Hasil yang diharapkan :

  1. Pasien tidak mengalami komplikasi praoperasi dan pasca operasi

Intervensi
keperawatan/Rasional :

  1. Hindari mengukur suhu rectal pada masa praoperasi dan pasca operasi
  2. Pertahankan penghisapan nasogatrik bila diimplementasikan
  3. Observasi pola defekasi
  4. Beri posisi miring pada bayi dengan panggul ditinggikan atau telentang dengan kaki disokong pada sudut 900 yang berfungsi:
    1. Mencegah trauma rectal
    2. untuk dekompresi abdomen
    3. mendeteksi pola normal atau abnormalitas
    4. mencegah tekanan pada jahitan perineal


 


 

Diagnosa 5 : Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan operasi.
Tujuan :

  1. Kebutuhan nutrisi terpenuhi


Hasil yang diharapkan :

  1. Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat

Intervensi keperawatan/Rasional :

  1. Pantau cairan intravena sesuai kebutuhan untuk mempertahankan hidrasi pada saat puasa.
  2. Puasakan sampai peristaltic terjadi.
  3. Beri formula atau diet sesuai usia segera setelah peristaltic usus terdeteksi
  4. Beri empeng untuk memuaskan kebutuhan menghisap non-nutrisi sampai eliminasi usus tercapai.


 


 

Diagnosa 6 : Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perawatan anak dengan defek fisik, hospitalisasi.

Tujuan :

  1. Pasien (keluarga) disiapkan untuk perawatan di rumah


 

Hasil yang diharapkan :

  1. Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk bayi di rumah


 

Intervensi keperawatan/Rasional :

  1. Ajarkan perawatan yang dibutuhkan untuk penatalaksanaan di rumah, meliputi :
    1. dilatasi rectal,bila tepat
    2. perawatan luka
    3. perawatan kolostomi
    4. latihan kebiasaan defekasi
    5. modifikasi diet.


 


 


 

Evaluasi


 

No. 

Diagnosa/masalah 

Evaluasi 

1. 

Resiko tinggi cedera berhubungan dengan prosedur bedah , anestesi 

Tidak terjadi cedera pada pasien

Kriteria:

  1. Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti infeksi luka.
  2. Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti komplikasi

2. 

Nyeri berhubungan dengan insisi bedah 

Tidak terdapat nyeri

Kriteria:

  1. Anak beristirahat tenang dan menunjukkan bukti-bukti nyeri yang minimal atau tidak ada 

3. 

Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan status puasa sebelum dan atau sesudah pembedahan, kehilangan nafsu makan, muntah

Tidak terjadi kekurangan volume cairan

Kriteria:

  1. Anak tidak menunjukkan dehidrasi 

4. 

Resiko tinggi Cedera berhubungan dengan ketidakmampuan mengevakuasi rectum, pembedahan

Tidak terjadi cedera

Kriteria:

  1. Pasien tidak mengalami komplikasi praoperasi dan pasca operasi 

5. 

Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan operasi.

Tidak terjadi kekurangan nutrisi

Kriteria:

  1. Pasien mengkonsumsi nutrisi yang adekuat 

6. 

Perubahan proses keluarga berhubungan dengan perawatan anak dengan defek fisik, hospitalisasi.

Tidak terjadi perubahan proses keluarga

Kriteria:

  1. Keluarga menunjukkan kemampuan untuk memberikan perawatan untuk bayi di rumah


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


DAFTAR PUSTAKA


 


 

  1. Carpenito, L.J. (2001), Buku Saku Diagnosa Keperawatan, EGC, Jakarta.
  2. Doengoes, M.E. (2000), Rencana Asuhan Keperawatan:Pedoman untuk Perencanaan dan
  3. Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
  4. Rothrock, J.C. (2000), Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif, EGC, Jakarta.
  5. Sjamsuhidajat, R. & Jong, W.D. (2003), Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed. Revisi, EGC, Jakarta.
  6. http://www.medic8.com/atresia atresiaani
  7. http://www.emedicine.com/ped/topic1171htm.access:october 5, 2007
  8. Farid Nurmantu (1993), Bedah anak, EGC, Jakarta




SCRIPT WRITING

Sama seperti menulis naskah sastra lainnya, yaitu cerpen dan novel. Penulisan naskah film memerlukan langkah-langkah yang sama. Yaitu alur, plot, tokoh, dialog dan sebagainya. Yang membedakan antara keduanya adalah format penulisan dan sudut pandang.

Di dalam novel maupun cerpen,penggarapan naskah tergantung atau bisa ditulis berdasarkan beberapa sudut pandang. Semisal tabrakan antara motor dan mobil. Peristiwa itu bila diceritakan ulang bisa saja berlainan versi, bisa dari si pengendara motor, sopir mobil atau pejalan kaki yang menyaksikan peristiwa tersebut.

Mudahnya, novel dan cerpen bisa ditulis berdasarkan sudut pandang orang pertama, kedua dan ketiga. Bedanya dengan naskah drama/tv. Yang berlaku hanya sudut kamera (camera view). Hal ini yang justru menjadi daya tarik sekaligus kekurangan dari naskah drama tersebut.

Pemilihan angle yang baik, selayaknya fotografi, menempati prioritas utama dalam camera view, sebab, hal tersebut mewakili dari apa yang hendak disampaikan oleh sang penulis naskah atau sutradara sekalipun. Pemilihan angle yang sempurna akan menambah nilai artistik bahkan nilai dramatis dari sebuah adegan.

Sebagaimana di sebutkan diatas, bahwa cerita menjadi hidup manakala karakter yang diciptakan kuat dan konflik yang dibangun logis dan kuat pula. Pendekatan itu disebut dengan segitiga pembangun konflik.

SEGITIGA PEMBANGUN KONFLIK


 


 


 


 


 


 


 


 

  1. will atau ambisi

Setiap tokoh, pasti memiliki ambisi atau tujuan yang ingin di capai. Secara umum, tokoh ada dua jenis. Protagonist dan antagonis. Kedua ini saling bertentangan dan saling menghambat. Seperti film batman dengan salah satu lawannya, Joker atau Penguin. Batman berorientasi melindungi kota Gotham sementara Joker ingin mengalahkan Batman dan menguasai kota Gotham.

2. Hambatan

Setiap niat atau tujuan pastinya ada hambatan. Kalo umat islam menyebutnya cobaan. Dan di factor inilah emosi, daya tahan, orientasi dari sang tokoh diuji. Disinilah tempat bagi penulis baik scenario maupun novelis untuk menuangkan segenap kreativitasnya dalam mengaduk-aduk emosi penonton atau pembaca. Ingat. Tulisan yang baik dan dianggap berhasil adalah karya yang menyentuh dan mampu menimbulkan emosi pirsawan atau pembaca.

3. Timeline

Atau yang sering dikenal dengan tenggat waktu. Dan ini harus ada agar cerita dan suspense dramatic terbangun dengan apik. Sebab bila tidak ada batas waktu, tentu cerita akan mengalir membosankan. Timeline inilah yang membuat tokoh berusaha semaksimal mungkin agar tujuan tercapai. Bisa dibayangkan seperti waktu SMU dulu. Saat menjelang ujian pastilah ribut untuk entah belajar, membuat contekan atau apalah. Yang tentunya hal itu dilakukan dengan sungguh-sungguh. Beda bila tak ada tenggat waktunya, kalo tidak ada tenggat waktu, buat apa berusaha sungguh-sungguh? Toh lambat pun akan selesai juga. Begitu logikanya. Dan hal itu tidak menarik

Struktur dramatic

merupakan bagian dari plot karena di dalamnya merupakan satu kesatuan peristiwa yang terdiri dari bagianbagian yang memuat unsru-unsur plot. Rangkaian ini memiliki atau membentuk struktur dan saling bersinambung dari awal cerita sampai akhir. Fungsi dari struktur dramatik ini adalah sebagai perangkat untuk lebih dapat mengungkapkan pikiran pengarang dan melibatkan pikiran serta perasaan penonton ke dalam laku cerita. Teori dramatik Aristotelian memiliki elemen-elemen pembentuk struktur yang terdiri dari eksposisi (Introduction), komplikasi, klimaks, resolusi (falling action), dan kesimpulan (denoument).

1 Piramida Freytag

Gustav Freytag (1863), menggambarkan struktur dramatiknya mengikuti elemen-elemen tersebut dan menempatkannya dalam adeganadegan lakon sesuai laku dramatik yang dikandungnya. Struktur Freytag ini dikenal dengan sebutan piramida Freytag atauFreytag's pyramid (Setfanie Lethbridge dan Jarmila Mildorf, tanpa tahun) Dalam gambar di atas dijelaskan bahwa alur lakon dari awal sampai akhir melalui bagianbagian tertentu yang dapat dijelaskan sebagai berikut.


• Exposition

Eksposisi adalah Penggambaran awal dari sebuah lakon. Berisi tentang perkenalan karakter, masalah yang akan digulirkan. Penonton diberi informasi atas masalah yang dialami atau konflik yang terjadi dalam karakter yang ada dalam naskah lakon. Misalnya: lakon Raja Lear Karya William Shakespeare, dimulai dari kebijakan raja Lear terhadap pembagian kerajaan, memperkenalkan siapa Edmund. Dari dua tokoh inilah lakon Raja Lear terpusat, yaitu Raja Lear mendapatkan konflik dari anak-anaknya dan Edmund mendapatkan konflik dari keinginan menguasai wilayah Gloucester.

• Complication rising Action)

Mulai terjadi kerumitan atau komplikasi yang diwujudkan menjadi jalinan peristiwa. Di sini sudah mulai dijelaskan laku karakter untuk mengatasi konflik dan tidak mudah untuk mengatasinya sehinga timbul frustasi, amukan, ketakutan, kemarahan. Konflik ini semakin rumit dan membuat karakterkarakter yang memiliki konflik semakin tertekan serta berusaha untuk keluar dari konflik tersebut. Misalnya, Raja Lear mulai mendapatkan konflik karena diusir oleh Gonerill dan Regan dan keluar dari istananya untuk hidup mengembara. Dalam pengembaraan ini Raja Lear mengalami amukan, frustasi, kemarahan, keinginan untuk balas dendam dan lain-lain.

• Climax

Klimak adalah puncak dari laku lakon dan titik kulminasi mencapai titik. Pada titik ini semua permasalahan akan terurai dan mendapatkan penjelasan melalui laku karakter maupun lewat dialog yang disampaikan oleh peran. Misalnya, Raja Lear mengucapkan dialog, "O, raung, raung, raung, raung! – O, Kamu manusia batu, kalau kupunya lidah dan matamu, aku melolong sampai retak kubah langit, – Selama-lamanya dia mati bagai bumi………….." pada titik inilah semua terbongkar permasalahan-permasalahan yang menjadi konflik dari keseluruhan lakon. Semua putri Raja Lear mati, Edmund menemui kematiannya, karena untuk menguasai kerajaan dia berkomplot dengan Gonerill dan Regan yang dijanjikan akan dinikahi. Dengan terbongkarnya semua masalah yang melingkupi keseleruhan lakon diharapkan penonton akan mengalami katarsis atau proses membersihkan emosi dan memberikan cahaya murni pada jiwa penonton.

• Reversal (falling action )

Reversal adalah penurunan emosi lakon. Penurunan ini tidak saja berlaku bagi emosi lakon tapi juga untuk menurunkan emosi penonton. Dari awal emosi penonton sudah diajak naik dan dipermainkan. Falling Action ini juga berfungsi untuk memberi persiapan waktu pada penonton untuk merenungkan apa yang telah ditonton. Titik ini biasanya ditandai oleh semakin lambatnya emosi permainan, dan volume suara pemeran lebih bersifat menenangkan. Misalnya pada lakon Raja Lear diwakili oleh dialog antara Raja Lear dengan Kent, bagaimana Kent menenangkan gejolah emosi Raja Lear karena kematian Cordelia anak yang sangat disayangi tetapi diusir dari kerajaan tetapi masing sangat sayang pada orang tuanya.

• Denouement

Denoument adalah penyelesaian dari lakon tersebut, baik berakhir dengan bahagia maupun menderita. Pada lakon Raja Lear hal ini diselesaikan dengan kematian Raja Lear. Kemudian lakon tersebut disimpulkan oleh Edgar lewat dialognya "Orang tunduk pada beban zaman serba berat; lidah tunduk pada rasa, bukan pada adat. Yang tertua paling berat bebannya; kita yang muda tak akan berpengalaman sebanyak mereka".

2 Skema Hudson

Menurut Hudson (Wiliiam Henry Hudson) seperti yang dikutip oleh Yapi Tambayong dalam buku Dasar-dasar Dramaturgi (1982), plot dramatik tersusun menurut apa yang dinamakan dengan garis laku. Garis laku tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.


Garis laku lakon dalam skema ini juga melalaui bagian-bagian tertentu yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

• Eksposisi

Saat memperkenalkan dan membeberkan materi-materi yang relevan dalam lakon tersebut. Materi-materi ini termasuk karakter-karakter yang ada, dimana terjadinya peristiwa tersebut, peristiwa apa yang sedang dihadapi oleh karakterkarakter yang ada dan lain-lain.

• Insiden Permulaan

Mulai teridentifikasi insiden-insiden yang memicu konflik, baik yang dimunculkan oleh tokoh utama maupun tokoh pembantu. Misalnya dalam lakon Raja Lear, insiden ini dimulai dari kejujuran dan ketulusan Cordelia dalam memuji Raja Lear, kemudian insiden fitnah yang dilakukan oleh Edmund kepada Edgar. Insiden-insiden ini akan menggerakkan plot dalam lakon.

• Pertumbuhan Laku

Pada bagian ini merupakan tindak lanjut dari insiden-insiden yang teridentifikasi tersebut. Konflik-konflik yang terjadi antara karakter-karakter semakin menanjak, dan semakin mengalami komplikasi yang ruwet. Jalan keluar dari konflik tersebut terasa samar-samar dan tak menentu.

• Krisis atau Titik Balik

Krisis adalah keadaan dimana lakon berhenti pada satu titik yang sangat menegangkan atau menggelikan sehingga emosi penonton tidak bisa apa-apa. Bagi Hudson, klimaks adalah tangga yang menunjukkan laku yang menanjak ke titik balik, dan bukan titik balik itu sendiri. Sedangkan titik balik sudah menunjukan suatu peleraian dimana emosi lakon maupun emosi penonton sudah mulai menurun.

• Penyelesaian atau Penurunan Laku

Penyelesaian atau denoument yaitu bagian lakon yang merupakan tingkat penurunan emosi dan jalan keluar dari konflik tersebut sudah menemukan jalan keluarnya.

• Catastroph

Semua konflik yang terjadi dalam sebuah lakon bisa diakhiri, baik itu akhir sesuatu yang membahagiakan maupun akhir sesuatu yang menyedihkan. Dalam lakon Raja Lear, cerita diakhir dengan sesuatu yang menyedihkan yaitu suasana kematian ketiga putri dan Raja Lear sendiri. Dengan kematian tokoh-tokoh ini suasana lakon dapat dikembalikan pada keadaan yang semula.

3. Tensi Dramatik

Brander Mathews, seperti dikutip oleh Adhy Asmara dalam buku Apresiasi Drama (1983), menekankan pentingnya tensi dramatik. Perjalanan cerita satu lakon memiliki penekanan atau tegangan (tensi) sendiri dalam masing-masing bagiannya. Tegangan ini mengacu pada persoalan yang sedang dibicarakan atau dihadapi. Dengan mengatur nilai tegangan pada bagian-bagian lakon secara tepat maka efek dramatika yang dihasilkan akan semakin baik. Pengaturan tensi dramatik yang baik akan menghindarkan lakon dari situasi yang monoton dan menjemukan. lTitik berat penekanan tegangan pada masing-masing bagian akan memberikan petunjuk laku yang jelas bagi aktor sehingga mereka tidak kehilangan intensitas dalam bermain dan dapat mengatur irama aksi.


• Eksposisi

Bagian awal atau pembukaan dari sebuah cerita yang memberikan gambaran, penjelasan dan keterangan-keterangan mengenai tokoh, masalah, waktu, dan tempat. Hal ini harus dijelaskan atau digambarkan kepada penonton agar penonton mengerti. Nilai tegangan dramatik pada bagian ini masih berjalan wajar-wajar saja. Tegangan menandakan kenaikan tetapi dalam batas wajar karena tujuannya adalah pengenalan seluruh tokoh dalam cerita dan kunci pembuka awalan persoalan.

• Penanjakan

Sebuah peristiwa atau aksi tokoh yang membangun penanjakan menuju konflik. Pada bagian ini, penekanan tegangan dramatik mulai dilakukan. Cerita sudah mau mengarah pada konflik sehingga emosi para tokoh pun harus mulai menyesuaikan. Penekanan tegangan ini terus berlanjut sampai menjelang komplikasi.

• Komplikasi

Penggawatan yang merupakan kelanjutan dari penanjakan. Pada bagian ini salah seorang tokoh mulai mengambil prakarsa untuk mencapai tujuan tertentu atau melawan satu keadaan yang menimpanya. Pada tahap komplikasi ini kesadaran akan adanya persoalan dan kehendak untuk bangkit melawan mulai dibangun. Penekanan tegangan dramatik mulai terasa karena seluruh tokoh berada dalam situasi yang tegang.

• Klimaks

Nilai tertinggi dalam perhitungan tensi dramatik dimana penanjakan yang dibangun sejak awal mengalami puncaknya. Semua tokoh yang berlawanan bertemu di sini.

• Resolusi

Mempertemukan masalah-masalah yang diusung oleh para tokoh dengan tujuan untuk mendapatkan solusi atau pemecahan. Tensi dramatik mulai diturunkan. Semua pemain mulai mendapatkan titik terang dari segenap persoalan yang dihadapi.

• Konklusi

Tahap akhir dari peristiwa lakon biasanya para tokoh mendapatkan jawaban atas masalahnya. Pada tahap ini peristiwa lakon diakhiri. Meskipun begitu nilai tensi tidak kemudian nol tetapi paling tidak berada lebih tinggi dari bagian eksposisi karena pengaruh emosi atau tensi yang diperagakan pada bagian komplikasi dan klimaks.

4.4 Turning Point

Model struktur dramatik dari Marsh Cassady (1995) menekankan pentingnya turning atauchanging point (titik balik perubahan) yang mengarahkan konflik menuju klimaks. Titik balik ini menjadi bidang kajian yang sangat penting bagi sutradara berkaitan dengan laku karakter tokohnya sehingga puncak konflik menjadi jelas, tajam, dan memikat. Gambar di bawah ini memperlihatkan posisi titik balik perubahan yang menuntun kepada klimaks. Titik ini menjadi bagian yang paling krusial dari keseluruhan laku karena padanya letak kejelasan konflik dari lakon berada. Inti pesan atau premis yang terkandung dalam permasalahan akan menampakkan dramatikanya dengan menggarap bagian ini sebaik mungkin. Tiga titik penting yang merupakan nafas dari lakon menurut struktur ini adalah konflik awal saat persoalan dimulai, titik balik perubahan saat perlawanan terhadap konflik dimulai, dan klimaks saat konflik antarpihak yang berseteru memuncak hingga menghasilkan sebuah penyelesaian atau resolusi.


Titik adalah permulaan konflik atau awal cerita saat persoalan mulai diungkapkan. Selanjutnya konflik mulai memanas dan cerita berada dalam ketegangan atau penanjakan yang digambarkan sebagai garis B. Garis ini menuntun pada satu keadaan yang dapat dijadikan patokan sebagai titik balik perubahan yang digambarkan debagai titik C. Pada titik ini terjadi perubahan arah laku lakon saat pihak yang sebelumnya dikalahkan atau pihak yang lemah mulai mengambil sikap atau sadar untuk melawan. Dengan demikian, tegangan menjadi berubah sama sekali. Ketika pada titik dan garis pihak yang dimenangkan tidak mendapatkan saingan maka pada titik kondisi ini berubah. Hal ini terus berlanjut hingga sampai pada titik yang menggambarkan klimakas dari persoalan. Tegangan semakin menurun karena persoalan mulai mendapatkan titik terang dan pihak yang akhirnya menang telah ditentukan. Keadaan ini digambarkan sebagai garis yang disebut dengan bagian resolusi.


 

Penulisan Naskah untuk film, televisi, termasuk video, lazim dengan istilah scenario (scenario). Skenario merupakan bentuk tertulis dari gagasan atau ide yang menyangkut penggabungan antara gambar dan suara, dimaksudkan sebagai pedoman dalam pembuatan film, sinetron atau program televisi. Beberapa pakar sinematografi mengemukakan bahwa scenario itu menjadi jiwa dan darah dalam produksi film atau cerita televisi.

Urutan langkah atau pentahapan dalam penyusunan naskah scenario video

a. Persiapan Menulis naskah/ Teks / Narasi

Yang harus dipersiapkan dalam menulis naskah, teks maupun narasi pada program TV adalah menemukan ide atau gagasan. Setelah ide ditemukan, seorang penulis naskah sangat perlu mempelajari substansi atau isi dari sumber-sumber yang terkait dengan substansinya, sehingga benar-benar memahami apa yang akan ditulis. Selanjutnya akan ditulis dalam bentuk apa, menjadi format program TV yang mana. Setelah ditetapkan format program yang dipilih maka baru berpikir bagaimana menulisnya. Untuk penulisan teks dapat diawali dengan penulisan kerangka tulisan (outline). Sedangkan untuk penulisan narasi dapat dilakukan menulis rencana gambaran visual yang akan diberi narasinya. Dalam hal ini narasi akan lebih memberikan penjelasan gambaran visual yang ditayangkan pada TV.

Narasi bisa berbentuk life dari pemeran ataupun dubing oleh pengisi suara. Dapat juga disuarakan oleh narator maupun presenter.

Sebelum menulis naskah untuk panduan produksi ditulis, biasanya didahului dengan membuat synopsis, dan Treatment

1) Sinopsis

Gambaran secara ringkas dan tepat tentang tema atau pokok materi yang akan dikerjakan. Tujuan utama ialah memudahkan pemesan (produsen) menangkap konsep, kesesuaian gagasan dengan tujuan yang ingin dicapai.

Setelah synopsis ditulis maka sudah harus nampak adanya: alur, isi cerita, Perwatakan pemain (bila ada), tempat, waktu, serta keterangan lain yang memperjelas synopsis.

2) Treatment

Uraian ringkas secara deskriptif, bukan tematis, yang dikembangkan dari synopsis dengan bahasa visual tentang suatu episode cerita, atau ringkasan dari rangkaian suatu peristiwa. Artinya dalam membuat treatment bahasa yang digunakan adalah bahasa visual. Sehingga apa yang dibaca dapat memberikan gambaran mengenai apa yang akan dilihat. Dengan membaca treatment bentuk program yang akan dibuat sudah dapat dibayangkan.

Sehingga perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

a) urutan dalam video sudah makin jelas,

b) Sudah kelihatan formatnya apakah dialog (bagaiamana pokok dialognya), narasi (bagaimana pokok narasinya),

c) Sudah dimulai adanya petunjuk-petunjuk tehnis yang diperlukan.

3) Skenario

Dari treatment kemudian dibuat naskah produksi atau scenario. Penulisan naskah produksi atau scenario harus operasional karena digunakan sebagai panduan tidak saja kerabat kerja (crew) tetapi juga pemain dan pendukung lain yang terlibat. Penulisan naskah atau scenario pada dasarnya menggambarkan sekaligus menyuarakan apa yang ingin disampaikan. Urutan synopsis-tritmen-skenario merupakan rangkaian yang baik untuk membuat naskah video (televisi), Baker (1981) mengemukakan juga pentahapan dalam membuat naskah, yaitu : concept, story board, dan script.

Setidaknya ada dua format naskah untuk penulisan naskah TV/video, yaitu double colum, dan wide margin

a) Format kolom ganda (double colum).

Format ini lazim digunakan untuk menulis naskah informasi, dokumentasi, pendidikan. Format kolom ganda, lembar kertas dibagi menjadi dua kolom utama, yaitu kolom visual (kiri) dan kolom audio (kanan).

Pada kolom kiri berisi uraian yang menyangkut visual. Misal gambar harus dimabil dengan CU, kemudian zoom out, atau keterangan lain bagi kru kamera, termasuk siapa subyeknya, diambil dari mana, beberapa waktu lamanya pengambilan, dll.

Kolom kanan berisi segala sesuatu yang menyangkut audio yang berupa narasi, dialog para pelaku atau efek-efek suara lain yang diperlukan. Untuk memudahkan narator atau juru suara (sound man) maka dalam menulis kolom kanan, semua informasi yang tidak akan dibaca (disuarakan) ditulis dengan huruf capital. Sedang narasi atau dialog yang akan dibaca atau disuarakan ditulis dengan huruf kecil.

b) Format Wide Margin

Format ini lebih lazim dipakai dalam cerita film atau sinetron. Sinetron Aku cinta Indonesia (ACI) naskahnya distulis dalam format Wide Margin.

Dengan format wide margin tiap adegan (kumpulan dari beberapa shot-scene) diuraikan atau dijelaskan dengan bahasa visual. Petunjuk dialog diketik dua spasi ditengah, sedang apa yang akan nampak (visual) dijelaskan dalam bentuk paragraf .

Dialog biasanya diketik biasa, semua penjelasan untuk camerawan pengambilan gambar, ditulis dalam huruf capital. Penjelasan untuk tingkah laku pemain ditulis dalam tanda kurung dengan huruf capital pula.

Urutan penulisannya sebagai berikut

(1) Pertama kali ditulis : adegan (scene) ke….

(2) Gambar diambil dengan tehnik apa, misalnya :

F.1, DISSOLVE, IN FRAME.

(3) Gambaran visual yang akan nampak

(4) Dialog

Dengan format seperti ini maka pengarah acara (sutradara) dan camerawan diberi kebebasan untuk berimprovisasi dalam pengambilan gambarnya, sesuai dengan keadaan yang diinginkan.

b. Menilai Naskah/Teks/Narasi

Setelah naskah/teks/narasi ditulis, maka perlu ada evaluasi atau penilaian dari produser, sebelum naskah tersebut diproduksi menjadi program TV. Penilaian teks akan menggunakan kriteria apakah telah menggunakan kaidah penulisan dan penggunaan bahasa yang benar serta keterbacaannya..

Sedangkan untuk penilaian narasi akan lebih menggunakan bahasa sehari-hari (tutur)sesuai karakter tokoh. Apakah sudah komunikatip, shg mampu menjelaskan atau dipahami penonton.

Demikian pula untuk menilai naskah/script yang akan diproduksi disamping dengan kriteria penulisan naskah harus ditaati juga akan dinilai kelayakan produksinya, apakah setelah diproduksi akan memiliki tingkat manfaat yang tinggi, memiliki daya tarik, apakah dapat diproduksi secara teknik, biaya produksi mahal atau tidak dan sebagainya.

c. Mengedit Naskah/Teks/Narasi

Setelah naskah/teks/narasi dinilai penulis naskah akan melakukan editing, mengedit sesuai saran, masukan dari produser. Untuk editing naskah program TV akan dilakukan sekaligus dalam bentuk naskah produksi yang di dalamnya telah terdapat petunjuk/perintah bagi kamerawan tentang teknik shoting dan obyek shoting. Petunjuk/perintah bagi narator/presenter dalam membacakan narasi, durasi setiap scene dan sebagainya. Naskah ini selanjutnya digunakan sebagai panduan produksi.

Format Naskah Film

Secara umum, naskah untuk film berdurasi sekitar 2 jam di seluruh dunia adalah sekitar 100 sampai 120 halaman skenario. Format ini mengacu pada penulis Hollywood yang berpatokan selembar skenario sama dengan 1 menit film. Contoh naskah film adalah seperti di bawah ini :

 
 

EXT.TAMAN POHON RANDU.SORE

 
 

KITA melihat ANNIE – anak perempuan berusia 7 tahun yang memakai sarung tangan putih, sedang berlari riang di padang pohon randu. Dia memakai kaos putih kebesaran dan kelihatan sangat tomboy. Tiba-tiba, dia melihat HIGEN – seorang anak laki-laki seusianya yang duduk di bawah pohon favoritnya, sambil memainkan sebuah snowglobe. Annie marah karena pohon kesukaannya ditempati orang lain. Annie mendatangi Higen dan memukulnya sampai snowglobe itu terjatuh. KITA mendengar suara hantaman yang cukup keras.

 
 

FADE TO BLACK

ANNIE KECIL

Minggir! Ini tempatku!

 
 

HIGEN KECIL

(mendesis kesakitan sambil memegangi pipinya)

Kenapa?

 
 

ANNIE KECIL

Pokoknya nggak boleh! Ini pohonku!

........dan seterusnya

Istilah skenario

Dalam menulis skenario, ada beberapa istilah khusus yang harus dipahami oleh penulis skenario. Istilah ini berlaku universal, artinya di negara apa pun skenario itu ditulis dan kemudian diproduksi, istilah ini mempunyai arti yang sama.

Pemahaman akan istilah-istilah ini akan membuat sebuah skenario lebih gampang divisualisasikan.

Istilah-istilah yang biasa digunakan dalam penulisan skenario:

  • Fade in : Ketika adegan baru dimulai pertama kali.
  • Fade out: Ketika sebuah babak berakhir dan kemudian diselingi oleh iklan sebelum memulai babak baru. Atau ketika sebuah episode berakhir dan akan bersambung ke episode selanjutnya.
  • Cut to: Perpindahan dari satu adegan ke adegan lain secara berkesinambungan.
  • Dissolve to: mirip dengan cut to tapi dipergunakan untuk adegan masa lalu (flashback) yang memiliki durasi cukup panjang.
  • V.O (voice over) : hanya terdengar suara. Biasanya digunakan untuk narasi atau untuk suara dalam hati si tokoh.
  • O.S (Off scene) : suara pemain terdengar lebih dahulu sebelum sosoknya sendiri muncul.
  • Flashback: adegan masa lalu. Flashback ini bisa berlangsung sebentar, bisa juga agak lama.
  • POV: point of view, yaitu melihat sesuatu dari sudut pandang seorang tokoh.
  • VFX: visual effect  dan SFX: sound effect. VFX dan SFX ini biasa dipakai jika ada adehgan yang sulit divisualisasikan.
  • ACTION = Selain diartikan sebagai perintah sutradara saat pengambilan gambar, ACTION juga bisa diartikan sebagai gerak laku pemeran, yang terjadi dalam suatu adegan. Selain itu, kata ACTION juga bisa dipakai untuk menentukan jenis sebuah film, yang diartikan sebagai film laga.
  • BIG CLOSE UP (BCU) = pengambilan gambar pada jarak sangat dekat. Misalnya, dalam gambar orang hanya terlihat bibirnya saja. Contoh pemakaian dalam skenario, untuk menunjukkan sebuah cincin di jari manis tokoh, kita bisa pakai BCU untuk cincin. Namun jika ini sudah diperjelas dalam deskripsi, tidak perlu ditulis BCU lagi, sebab ini adalah tugas sutradara.
  • CLOSE UP (CU) = Pengambilan gambar pada jarak dekat. Dalam gambar orang terlihat wajahnya saja. Untuk pemakaian dalam skenario, CU bisa untuk menegaskan ekspresi tokoh. Namun, penggunaan CU sebisa mungkin untuk hal-hal yang sangat penting saja, misalnya menegaskan sebuah lirikan mata dan senyum sinis A pada B. Jika tidak terlalu penting, jangan gunakan tanda CU ini karena masalah shot adalah wilayah sutradara.
  • COMMERCIAL BREAK = Jeda dalam tayangan sinetron yang diisi iklan. Biasanya penulis skenario juga harus memperhitungkan saat jeda ini, dengan memberikan suspense pada cerita–sebelum commercial break–agar penonton tetap menunggu kelanjutan cerita kita, tanpa berpindah ke channel lain.
  • CREDIT TITLE = Penayangan nama tim kreatif dan para ahli, serta semua orang yang terlibat dalam pembuatan sinetron/ film tersebut.
  • CUT BACK TO = Transisi dengan tempo cepat, tapi kembali ke adegan/ lokasi yang telah dilihat sebelumnya. Contoh penggunaannya dalam skenario, misalnya seorang anak menangis karena terpisah dari ibunya di mal, CUT TO: Ibu sedang mencari anaknya dengan gelisah di sudut yang lain, maka ketika akan kembali ke gambar anak yang menangis tadi, yang saat ini mungkin sudah dibantu satpam, transisinya kita pakai CUT BACK TO.
  • CUT TO = Transisi/ peralihan dengan tempo yang cepat, misalnya untuk menggambarkan kejadian yang terjadi bersamaan tapi pada tempat yang berbeda. Atau juga kelanjutan adegan, tapi masih pada hari yang sama.
  • DISSOLVE TO = Transisi yang menunjukkan gambar menjadi kabur, kemudian masuk ke gambar adegan berikutnya. Dalam skenario, ini biasanya dipakai untuk menggambarkan sebuah mimpi, mengenang masa lalu, atau flash back, membayangkan sesutau yang akan terjadi.
  • DIALOG = Kalimat yang diciptakan oleh penulis skenario, yang nantinya diucapkan oleh seorang aktor. DIALOG harus mewakili peran, karakter, dan perasaan si tokoh dalam cerita.
  • DURASI = waktu tayang di televise sudah termasuk commercial break. Durasi yang umum: 30 menit, biasanya untuk sinetron serial komedi. Durasi 60 menit, biasanya untuk sinetron serial drama, durasi ni paling umum kita lihat di televise. Durasi 90 menit, biasanya untuk sinetron cerita lepas, semacam telesinema dan FTV.
  • ESTABLISHING SHOT = Biasa disingkat ESTABLISH saja, artinya pengambilan gambar secara penuh, terlihat secara keseluruhan. Biasanya pengambilan dari jarak jauh sehingga gambar terlihat kecil. Contoh, jika kita ingin memasuki setting sebuah kamar dalam rumah sakit, biasanya kita beri dulu ESTABLISH gedung rumah sakit secara keseluruhan. Namun, jika tempat itu sudah diperlihatkan secara keseluruhan, tidak perlu ada ESTABLISH berulang kali.
  • EXT. Singkatan dari EXTERIOR, biasanya dalam scenario ditulis pada deretan judul scene, untuk menunjukkan keterangan tempat di luar ruangan. Tulisan EXT. dan INT. bisa digabung menjadi misalnya: EXT./INT. yang menunjukkan adegan di jalanan/ dalam mobil. Bisa juga gabungan itu dipakai jika menunjukkan adegan pada teras sebuah rumah.
  • FADE OUT = Transisi gambar dari terang ke gelap dengan cara lambat.
  • FADE IN: Transisi gambar dari gelap ke terang dengan cara lambat. Dalam scenario, penulisan FADE OUT dan FADE IN biasanya bersamaan untuk transisi yang menujukkan perubahan waktu, bisa dari malam ke pagi, atau dalam hitungan hari, minggu, bulan, bahkan tahun. Selain menujukkan perubahan waktu, bisa juga menggambarkan perubahan keadaan dan perubahan lokasi.
  • FLASH BACK = Bisa diartikan sebagai kilas balik. Cerita yang kembali pada waktu sebelum kejadian berlangsung. FLASH BACK bisa menunjukkan kemunduran waktu beberapa tahun ke belakang, bisa juga hanya dalam waktu beberapa saat sebelumnya.
  • FREEZE = Menghentikan aksi atau bertahan pada posisi akhir adegan. Dalam penulisan scenario biasanya digunakan untuk akhir sebuah episode, di mana gambar berhenti mengakhiri  sebuah cerita.Akhir cerita ini pada sinetron serial biasanya diambil gambar yang paling menegangkan sehingga akan terjadi suspense bagi penonton. FREEZE umumnya untuk gambar tokoh sentralnya.
  • INSERT: Sisispan adegan pendek dan singkat tapi penting, di dalam sebuah scene. Misalnya, pada adegan beberapa orang ngobrol di dalam ruang tamu, tiba-tiba di luar ada orang yang mengintip dan menguping pembicaraan mereka. Meskipun setting berubah, kita tak perlu membuat scene baru untuk adegan mengintip itu, cukup dengan INSERT saja.
  • INTERCUT = Perpindahan dengan cepat, dari satu adegan ke adegan lain yang berada dalam satu kesatuan cerita. Misalnya adegan telepon, dua setting yang bergantian ditampilkan, maka kita bisa menggunakan INTERCUT untuk pergantian cepat setiap dialog si penelepon dan orang yang ditelepon.
  • INT. = Singkatan dari INTERIOR, penulisannya dalam scenario sama dengan EXT., t5api ini untuk menujukkan keterangan tempat di dalam ruangan.
  • LONG SHOT (LS) = Pengambilan gambar pada jarak jauh. Biasanya untuk gambar yang harus terlihat keseluruhan. Misalnya gambar orang akan terlihat seluruh badan berikut latar belakangnya. Namun, jika tak terlalu penting jangan cantumkan LS dalam scenario karena sama seperti CU dan BCU, ini juga wewenang sutradara.
  • MAIN TITLE = Judul cerita pada sebuah tayangan sinetron/ film. Dalam penulisan scenario biasanya ditampilkan atau ditulis setelah adegan teaser. Dan dilanjutkan dengan penayangan credit titles.
  • MONTAGE = Beberapa gambar yang menujukkan adegan berkesinambungan dan mengalir, bisa beberapa lokasi yang berbeda, tapi menyatu dalam rangkaian. Dalam penulisan scenario, misalna seorang sedang putus cinta, maka ia mulai mengenang masa indahnya dulu bersama mantan kekasihnya. Dalam hal ini kita pakai MONTAGE dengan menampilkan beberapa adegan indah anatara si tokoh dan mantan kekasihnya ketika masih bersama, kita tampilkan mereka sedang berkejaran di pantai, lalu kita tampilkan juga saat mereka berduaan di taman bunga, lalu saat mereka saling menukar barang kenangan, dsb.
  • RATING = Ini kita istilahkan sebagai survey jumlah penonton yang menyaksikan tayangan di televise, dalam hal ini termasuk tayangan sinetron yang cerita dan skenarionya kita tulis. Survei ini dilakukan oleh sebuah lembaga bernama AC NIELSON, yang sudah diakui kredibilitasnya oleh masyarakat pertelevisian di Indonesia. Setiap minggunya pihak ini akan memebrikan lembaran hasil surveinya ke semua stasiun televise dan PH, di lembaran itu akan terlihat urutan tayangan mulai dari yang terbanyak penontonnya, hingga yang paling sedikit. RATING sampai saat ini masih menjadi tolok ukur tayangan di Indonesia. RATING tinggi berarti tayangan dianggap laku dan secara bisnis menguntungkan PH/ Broadcast, sehingga diproduksi terus, sebaliknya bila RATING rendah maka tayangan akan cepat dihentikan agar tidak merugikan produksi.
  • SCENE = Kata lain dari adegan, yaitu bagian terkecil dari sebuah cerita.
  • SCENARIO = Artinya sama dengan scenario, hanya masalah perbedaan bahasa saja, penulisan menggunakan "K" karena sudah diindonesiakan.
  • SCREENPLAY = Artinya juga sama dengan Scenario/ Skenario.
  • SCRIPTWRITER = Orang yang kerjanya membuat/ menulis scenario atau disebut juga Penulis Skenario.
  • SEQUENCE = Kata lain dari Babak, yaitu kumpulan dari beberapa adegan.
  • SLOW MOTION = Gerakan yang terlihat lebih lambat dari biasanya. Hal ini biasanya digunakan untuk menampilkan adegan yang sangat dramatis. Misalnya, adegan seorang tokoh ditembak dari belakang. Saat si tokoh jatuh, gerakan bisa saja dibuat SLOW MOTION agar lebih terkesan dan menyentuh perasaan penontonnya.
  • SOUND EFFECT = Biasanya dalam penulisan digunakan istilah FX, maksudnya suara yang dihasilkan di luar suara mausia dan ilustrasi musik. Misalnya, suara telepon berdering, bel tanda masuk sekolah, suara alat dapur berjatuhan, dsb.
  • SPLIT SCREEN = Dua adegan berbeda yang muncul pada satu layer. Bisa kita pisahkan dengan garis vertical atau horizontal. Pada penulisan dalam scenario bisa kita pakai saat ingin menggambarkan adegan telepon yang menampilkan ekspresi kedua tokoh secara bersama-sama.
  • TEASER = Adegan gebrakan, ditampilkan pada pembukaan/ awal cerita, yang tujuannya memancing penonton untuk menyaksikan kelanjutan cerita di belakangnya. Teaser bisa berupa sebuah scene/ adegan baru yang diciptakan oleh penulis scenario, bisa juga cuplikan adegan paling menarik/ konflik utama yang sudah ada dalam scenario.
  • VOICE OVER (VO) = Dialog yang terdengar tapi tidak tampak di gambar, misalnya terdengar orang berbicara dari ruang sebelah. Atau, bisa juga orangnya tampak, suaranya terdengar, tapi bibirnya tidak bergerak, jadi dia terlihat berbicara dalam hati.

BERAPA SIH HONOR PENULIS SKENARIO?

Penulis skenario kawakan, Arswendo Atmowiloto, melukiskan betapa dunia sinetron bisa mendatangkan uang dengan mudah. Ia memberikan gambaran nominal yang diterima untuk sebuah skenario yang digarapnya. "Saya dibayar Rp 300 untuk sekali ketukan tuts komputer," katanya. "Kalau ada spasi juga dihitung," pria yang telah menulis skenario sejak 1973 itu menjelaskan. Padahal, ketika skenario pertamanya difilmkan dengan judul Saat-saat Kau Berbaring di Dadaku pada 1978, ia hanya mendapat bayaran Rp 50 ribu. Sebagai pembanding, honor cerpen waktu itu masih Rp 1.000.

Penghasilan yang menggiurkan itu masuk akal di tengah kian membanjirnya kebutuhan penulis skenario sinetron. Maklum, setiap hari sekitar 37 jam sinetron ditayangkan di delapan stasiun televisi. Kalau bulan Ramadan jumlah itu bisa membengkak lebih dari 50 jam sehari. Artinya, setiap hari stasiun televisi membutuhkan sekitar 20-30 jam untuk program cerita. Sedangkan penulis skenario jumlahnya sangat minim. Alhasil, hukum pasar pun berlaku: semakin banyak permintaan, semakin tinggilah harganya.

Bos rumah produksi Sinemart, Leo Sutanto, menyebut angka honor penulis skenario yang bekerja di tempatnya: dari Rp 1,5 juta hingga Rp 15 juta per episodenya. Tarif itu sangat bergantung pada jam terbang para penulis skenario. Juga tergantung pada masuk-tidaknya sinetronnya di papan atas—masukrating yang tinggi. "Jadi, semakin tinggi jam terbang dan semakin tinggi rating-nya, bayarannya kian tinggi," pria kelahiran 19 Desember 1947 itu menjelaskan.

Sedangkan Arswendo Atmowiloto, yang memiliki rumah produksi Atmochademas Persada, Jakarta, mematok harga berbeda. "Untuk naskah berdurasi satu jam, minimal honor yang diterima penulis itu sekitar Rp 4 juta," katanya. Tapi Arswendo berharap agar ada standar tertentu untuk menentukan honor seorang penulis.


 

Sumber:

http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2005/03/21/FL/mbm.20050321.FL107458.id.html

http://www.anneahira.com/contoh-naskah-film.htm

http://dahlanforum.wordpress.com/2009/07/16/penulisan-naskah-skennario-program-tv/

http://www.anneahira.com/pengertian-skenario.htm

http://manuskripkesunyian.wordpress.com/2009/10/16/daftar-istilah-dalam-pembuatan-skrip-skenario-film/

http://id.wikipedia.org/wiki/Skenario

http://gurumuda.com/bse/struktur-dramatik

Askep pada Klien dengan Maternitas Letak sungsang

A. Pengertian Letak Sungsang
Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai bagian yang terendah (presentase bokong). Letak sungsang dibagi sebagai berikut :


1.Letak sungsang murni yaitu bokong saja yang menjadi bagian depan sedangkan kedua tungkai lurus keatas.
2.Letak bokong kaki
3.Letak lutut
4.Letak kaki

Frekuensi letak sungsang murni lebih tinggi pada kehamilan muda dibanding kehamilan tua dan multigravida lebih banyak dibandingkan dengan primigravida.

B. Etiologi Letak Sungsang

Penyebab letak sungang :

1.Fiksasi kepala pada pintu atas panggul tidak baik atau tidak ada, misalnya pada panggulsempit, hidrosefalus, plasenta previa, tumor – tumor pelvis dan lain – lain.
2.Janin mudah bergerak,seperti pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).
3.Gemeli (kehamilan ganda)
4.Kelainan uterus, seperti uterus arkuatus ; bikornis, mioma uteri.
5.Janin sedah lama mati.
6.sebab yang tidak diketahui.

C. Klasifikasi

1.Letak bokong (Frank Breech)
Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat keatas ( 75 % )

2.Letak sungsang sempurna (Complete Breech)
Letak bokong dimana kedua kaki ada disamping bokong (letak bokong kaki sempurna / lipat kejang )

3.Letak Sungsang tidak sempurna (incomplete Breech)
adalah letak sungsang dimana selain bokong bagian yang terendah juga kaki dan lutut, terdiri dari :

- Kadua kaki : Letak kaki sempurna

Satu kaki : Letak kaki tidak sempurna

- Kedua lutut : Letak lutut sempurna

Satu lutut : Letak lutut tidak sempurna

Posisi bokong ditentukan oleh sakrum, ada 4 posisi :

1) Left sacrum anterior (sakrum kiri depan)

2) Right sacrum anterior (sakrum kanan depan)

3) Left sacrum posterior (sakrum kiri belakang)

4) Right sacrum posterior (sakrum kanan belakang)

D. Tanda dan Gejala Letak Sungsang

1. Pergerakan anak terasa oleh ibu dibagian perut bawah dibawah pusat dan ibu sering merasa benda keras (kepala) mendesak tulang iga.

2. Pada palpasi teraba bagian keras, bundar dan melenting pada fundus uteri.

3. Punggung anak dapat teraba pada salat satu sisi perut dan bagian-bagian kecil pada pihak yang berlawanan. Diatas sympisis teraba bagian yang kurang budar dan lunak.

4. Bunyi jantung janin terdengar pada punggung anak setinggi pusat.

E. Diagnosis

1. Palpasi

Kepala teraba di fundus, bagian bawah bokong ,dan punggung dikiri atau kanan.

2. Auskultasi

DJJ paling jelas terdengar pada tempat yang lebih tinggi dari pusat.

Ddj X djj X

3. Pemeriksaan dalam

Dapat diraba os sakrum, tuber ischii, dan anus, kadang – kadang kaki (pada letak kaki)

Bedakan antara :

- Lubang kecil – Mengisap

- Tulang (-) – Rahang Mulut

- Isap (-) Anus – Lidah

- Mekoneum (+)

- Tumit – Jari panjang

- Sudut 90 0 Kaki – Tidak rata Tangan siku

- Rata jari – jari – Patella (-)

- Patella Lutut

- Poplitea

4. Pemeriksaan foto rontgen : bayangan kepala di fundus

F. Patofisiologi
Maternitas Letak Sungsang

Bayi letak sungsang disebabkan :

1. Hidramnion : anak mudah bergerak karena mobilisasi

2. Plasenta Previda : Menghalangi kepala turun ke panggul

3. Panggul Sempit : Kepala susah menyesuaikan ke jalan lahir

G. Penatalaksanaan Keperawatan Letak Sungsang

1. Sewaktu Hamil

Yang terpenting ialah usaha untuk memperbaiki letak sebelum persalinan terjadi dengen versi luar. Tehnik :

a. Sebagai persiapan :

1) Kandung kencing harus dikosongkan

2) Pasien ditidurkan terlentang

3) Bunyi jantung anak diperiksa dahulu

4) Kaki dibengkokan pada lutu dan pangkal paha supaya dinding perut kendor.

b. Mobilisasi : bokong dibebaskan dahulu

c. Sentralisasi : kepala dan bokong anak dipegang dan didekatkan satusama lain sehingga badan anak membulat dengan demikian anak mudah diputar.

d. Versi : anak diputar sehingga kepala anak terdapat dibawah. Arah pemutaran hendaknya kearah yang lebih mudah yang paling sedikit tekanannya. Kalau ada pilihan putar kearah perut anak supaya tidak terjadi defleksi. Setelah versi berhasil bunyi jantung anak diperiksa lagi dan kalau tetap buruk anak diputar lagi ketempat semula.

e. Setelah berhasil pasang gurita, observasai tensi, DJJ, serta keluhan.

2. Pimpinan Persalinan

a. Cara berbaring :

- Litotomi sewaktu inpartu

- Trendelenburg

b. Melahirkan bokong :

- Mengawasi sampai lahir spontan

- Mengait dengan jari

- Mengaik dengan pengait bokong

- Mengait dengan tali sebesar kelingking.

c. Ekstraksi kaki

Ekstraksi pada kaki lebih mudah. Pada letak bokong janin dapat dilahirkan dengan cara vaginal atau abdominal (seksio sesarea)

3. Cara Melahirkan Pervaginam

Terdiri dari partus spontan ( pada letak sungsang janin dapat lahir secara spontan seluruhnya) dan manual aid (manual hilfe)

Waktumemimpin partus dengan letak sungsang harus diingat bahwa ada 2 fase :

Fase I : fase menunggu

Sebelum bokong lahir seluruhnya, kita hanya melakukan observasi. Bila tangan tidak menjungkit ka atas (nuchee arm), persalinan akan mudah. Sebaiknya jangan dilakukan ekspresi kristeller,karena halini akan memudahkan terjadinya nuchee arm

Fase II : fase untuk bertindak cepat.

Bila badan janin sudah lahir sampai pusat, tali pusat akan tertekan antara kepala dan panggul, maka janin harus lahir dalam waktu 8 menit.Untuk mempercepatnya lahirnya janin dapat dilakukan manual aid

H. Prognasis

1. Bagi ibu

Kemungkinan robekan pada perineum lebih besar,juga karena dilakukan tindakan, selain itu ketuban lebih cepat pecah dan partus lebih lama, jadi mudah terkena infeksi.

2. Bagi anak :

Prognosa tidak begitu baik,karena adanya ganguan peredaran darah plasenta setelah bokong lahir dan juga setelah perut lahir, talipusat terjepit antara kepala dan panggul, anak bisa menderita asfiksia.

Oleh karena itu setelah tali pusat lahir dan supaya janin hidup,janin harus dilakukan dalam waktu 8 menit.

I. Proses Keperawatan Ibu Dengan Letak Sungsang

1. Pengkajian

a. Aktifitas / Istirahat :

Melaporkan keletihan, kurang energi

Letargi, penurunan penampilan

b. Sirkulasi

Tekanan darah dapat meningkat

c. Eliminasi

Distensi usus atau kandung kencing mungkin ada

d. Integritas ego

Mungkin sangat cemas dan ketakutan

e. Nyeri / Ketidaknyamanan

Dapat terjadi sebelum awitan(disfungsi fase laten primer) atau setelah persalinan terjadi (disfungsi fase aktif sekunder).

Fase laten persalinan dapat memanjang : 20 jam atau lebih lama pada nulipara (rata- rata adalah 8 ½ jam), atau 14 jam pada multipara (rata – rata adalah 5 ½ jam).

f. Keamanan

Dapat mengalami versi eksternal setelah gestasi 34minggu dalam upaya untukmengubah presentasi bokong menjadi presentasi kepala

Pemeriksaan vagina dapat menunjukkan janin dalam malposisi (mis.,dagu wajah, atau posisi bokong)

Penurunan janin mungkin kurang dari 1 cm/jam padanulipara atau kurang dari 2 cm/jam pada multipara

g. Seksualitas

Dapat primigravida atau grand multipara

Uterus mungkin distensi berlebihan karena hidramnion, gestasi multipel,janin besar atau grand multiparitas.

h. Pemeriksaan Diagnosis

- Tes pranatal : dapat memastikan polihidramnion, janin besar atau gestasi multiple

- Ultrasound atau pelvimetri sinar X : Mengevaluasi arsitektur pelvis,presentasi janin ,posisi dan formasi.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri (akut) berhubungan dengan Peningkatan tahanan pada jalan lahir

b. Risiko tinggi cedera terhadap maternal berhubungan dengan obstruksi pada penurunan janin

c. Risiko tinggi cedera terhadap janin berhubungan dengan malpresentasi janin

d. Koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi

3. Intervensi Keperawatan

a. Nyeri (akut ) berhubungan dengan Peningkatan tahanan pada jalan lahir ditandai dengan : Peningkatan tonus otot, pengungkapan, Prilaku distraksi (gelisah, meringis, menangis),wajah menunjukan nyeri

Intervensi :

1) Buat upaya yang memungkinkan klien/pelatih untuk merasa nyaman mengajukan pertanyaan

(Rasional : Jawaban pertanyaan dapat menghilangkan rasa takut dan peningkatan pemahaman)

2) Berikan instruksi dalam tehnik pernafasan sederhana

(Rasional : Mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat ketidaknyamanan.

3) Anjurkan klien menggunakan tehnik relaksasi.Berikan instruksi bila perlu

(Rasional : Relaksasi dapat membantu menurunkan tegangan dan rasa takut,yang memperberat nyeri dan menghambat kemajuan persalinan)

4) Berikan tindakan kenyamanan (mis. Masage,gosokan punggung, sandaran bantal, pemberian kompres sejuk, pemberian es batu)

(Rasional : Meningkatkan relaksasi,menurunkan tegangan dan ansietas dan meningkatkan koping dan kontrol klien)

5) Anjurkan dan bantu klien dalamperubahan posisi dan penyelarasan EFM

(Rasional : Mencegah dan membatasi keletihan otot, meningkatkan sirkulasi)

6) Kolaborasi : Berikan obat analgetik saat dilatasi dan kontaksi terjadi

(Rasional : Menghilangkan nyeri, meningkatkan relaksasi dan koping dengan kontraksi,memungkinkan klien tetap fokus)

Kriteria Evaluasi :

- Berpartisipasi dalam perilaku untuk menurunkan sensasi nyeri dan meningkatkan kanyamanan

- Tampak rileks diantara kontraksi

- Melaporkan nyeri berulang / dapat diatasi

b. Risiko tinggi cedera terhadap meternal berhubungan dengan obstruksi mekanis pada penurunan janin

Intervensi :

1) Tinjau ulang riwayat persalinan, awitan, dan durasi

(Rasional : Membantu dalam mengidentifikasi kemungkinan penyebab, kebutuhan pemeriksaan diagnostik, dan intervensi yang tepat)

2) Evaluasi tingkat keletihan yang menyertai,serta aktifitas dan istirahat sebelum awitan persalinan

(Rasional : Kelelahan ibu yang berlebihan menimbulkan disfungsi sekunder atau mungkin akibat dari persalinan lama)

3) Kaji pola kontraksi uterus secara manual atau secara elektronik

(Rasional : Disfungsi kontraksi memperlama persalinan,meningkatkan risiko komplikasi maternal / janin)

4) Catat penonjolan , posisi janin dan presentasi janin

(Rasional : Indikator kemajuan persalinan ini dapat mengidentifikasi timbulnya penyebab persalinan lama)

5) Tempat klien pada posisi rekumben lateral dan anjurkan tirah baring dan ambulasi sesuai toleransi

(Rasional : Relaksasi dan peningkatan perfusi uterus dapat memperbaiki pola hipertonik.Ambulasi dapat membantu kekuatan grafitasi dalam merangsang pola persalinan normal dan dilatasi serviks)

6) Gunakan rangsang putting untuk menghasilkan oksitosin endogen.

(Rasional : Oksitosin perlu untukmenambah atau memulai aktifitas miometrik untuk pola uterus hipotonik)

7) Kolaborasi : Bantu untuk persiapan seksio sesaria sesuai indikasi,untuk malposisi

(Rasional : Melahirkan sesaria diindikasikan malposisi yang tidak mungkin dilahirkan secara vagina)

Kriteria Evaluasi :

- Tidak terdapat cedera pada ibu

c. Risiko tinggi cedera terhadap janin berhubungan dengan malpresentasi janin

Intervensi :

1) Kaji DDJ secara manual atau elektronik,perhatikan variabilitas,perubahan periodik dan frekuensi dasar.

(Rasional : Mendeteksi respon abnormal ,seperti variabilitas yang berlebih – lebihan, bradikardi & takikardi, yang mungkin disebabkan oleh stres, hipoksia, asidosis, atau sepsis)

2) Perhatikan tekanan uterus selamaistirahat dan fase kontraksi melalui kateter tekanan intrauterus bila tersedia

(Rasional : Tekanan kontraksi lebih dari 50 mmHg menurunkan atau mengganggu oksigenasi dalam ruang intravilos)

3) Kolaborasi : Perhatikan frekuenasi kontraksi uterus.beritahu dokter bila frekuensi 2 menit atau kurang

(Rasional : Kontraksi yang terjadi setiap 2 menit atau kurang tidakmemungkinkan oksigenasi adekuat dalam ruang intravilos)

4) Siapkan untuk metode melahirkanyang paling layak, bilabayi dalam presentasi bokong

(Rasional : Presentasi ini meningkatkan risiko , karena diameter lebih besar dari jalan masuk ke pelvis dan sering memerlukan kelahiran secara seksio sesaria)

5) Atur pemindahan pada lingkungan perawatan akut bila malposisi dideteksi klien dengan PKA

(Rasional : Risiko cedera atau kematian janin meningkat dengan malahirkan pervagina bila presentasi selain verteks)

Kriteria Evaluasi :

- Menunjukan DJJ dalam batas normal dengan variabilitas baik tidak ada deselerasi lambat

d. Koping individual tidak efektif berhubungan dengan krisis situasi

Intervensi Keperawatan dengan klien letak Sungsang:

1) Tentukan kemajuan persalinan , kaji derajat nyeri dalam hubungannya dengan dilatasi / penonjolan
(Rasional : Persalinan yang lama yang berakibat keletihan dapat menurunkan kemampuan klien untuk mengatasi atau mengatur kontraksi)

2) Kenali realitaskeluhan klien akan nyeri /ketidaknyamanan
(Rasional : Ketidaknyamanan dan nyeri dapat disalahartikan pada kurangnya kemajuan yang tidak dikenali sebagai masalah disfungsional)

3) Tentukan tingkat ansietas klien dan pelatih perhatikan adanya frustasi
(Rasional : Ansietas yang berlebihan meningkatkan aktifitas adrenal /pelepasan katekolamin,menyebabkan ketidak seimbangan endokrin,kelebihan epinefrin menghambat aktifitas miometrik)

4) Berikan informasi faktual tentang apa yang terjadi
(Rasional : Dapat membantu reduksi ansietas dan meningkatkan koping)

5) Berikan tindakan kenyamanan dan pengubahan posisi klien.Anjurkan penggunaan tehnik relaksasi dan pernafasan yang dipelajari
(Rasional : Menurunkan ansietas, meningkatkan kenyamanan , dan membantu klien mengatasi situasi secara positif)

Kriteria Evaluasi :

- Mengungkapkan pemahaman tentang apa yang terjadi

- Mengidentifikasi /menggunakan tehnik koping efektif