Laman

Jumat, 26 November 2010

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DAN SIKAP REMAJA TENTANG MEROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI SMU NEGERI 1 RANTAU

Contoh proposal peneitian
HUBUNGAN ANTARA TINGKAT STRES DAN SIKAP REMAJA TENTANG MEROKOK DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA DI SMU NEGERI 1 RANTAU

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah rokok saat ini menjadi topik yang sedang hangat dibicarakan. Telah banyak artikel dalam media cetak dan pertemuan ilmiah, ceramah, wawancara baik di radio maupun televisi serta penyuluhan mengenai bahaya merokok dan kerugian yang ditimbulkan akibat rokok. Berbagai kebijakan dan aturan yang memuat sanksi bagi para perokok dipublikasikan secara terus-menerus. Bahkan setiap tanggal 31 Mei, Badan Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia (World No Tobacco Day). Melalui peringatan hari tanpa rokok sedunia ini, diharapkan menjadi kesempatan bagi kita untuk berfikir kembali dan menyadari akan bahaya dan dampak rokok baik bagi perokok itu sendiri maupun lingkungan disekitarnya.
Rokok merupakan zat aditif yang mengancam kesehatan karena didalamnya mengandung zat-zat yang membahayakan tubuh. Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan beberapa artikel ilmiah menerangkan bahwa dalam setiap kepulan asap rokok terkandung ± 4000 racun kimia berbahaya dan 43 diantaranya bersifat karsinogenik (merangsang tumbuhnya kanker). Beberapa zat yang berbahaya tersebut diantaranya tar, karbonmonoksida (CO) dan nikotin (Abadi, 2005).
Melalui zat yang dihisap dalam rokok, hampir sekitar 90 % kanker paru-paru tidak dapat diselamatkan. (Basyir, 2005). Selain itu rokok dapat menyebabkan kanker mulut, bibir, kerongkongan, penyakit jantung, bahkan disinyalir dapat memperpendek usia. Menurut perhitungan Fakultas kedokteran di Inggris, rata-rata setiap perokok kehilangan 5 ½ menit umurnya setiap menghisap sebatang rokok (Nainggolan, 2000).
Dalam sebuah study yang dilakukan di Jepang, seperti yang diberitakan The Asahi Shimbun terbitan 23 April 2004, didapatkan hasil bahwa 29 % (80.000 orang) pada pria dan 4 persen (5000 orang) pada wanita penderita kanker di jepang disebabkan oleh rokok (Basyir, 2005).
Beban pemerintah dan masyarakat Indonesia karena rokok dapat dilihat dari konsumsi rokok dan prevalensi perokok di Indonesia. Menurut TCSC-IAKMI, pada tahun 2008, sebanyak 240 miliar batang rokok dikonsumsi di Indonesia. Hal ini berarti sejumah 658 juta batang rokok dikonsumsi masyarakat per harinya. Apabila dikonversikan dalam rupiah, sebanyak 330 miliar rupiah per hari dibakar untuk konsumsi rokok di Indonesia.
Jumlah perokok terus meningkat di Indonesia. Pada tahun 1995, jumlah perokok dewasa hanya 27% dan perokok umur 15-19 tahun hanya 7,1%. Pada tahun 2001, jumlah perokok dewasa 31,5% dan perokok umur 15-19 tahun mencapai 12,7%; dan pada tahun 2004 perokok dewasa meningkat menjadi 34,4% dan perokok umur 15-19 tahun menjadi 17,3%.
Apabila dilihat dari jenis kelamin, jumlah perokok laki-laki dewasa meningkat dari 61% pada tahun 2001 menjadi 63% di tahun 2004 dan laki-laki umur 15-19 tahun meningkat dari 24% di tahun 2001 menjadi 33%. Jumlah perokok pada umur 5-9 tahun di Indonesia juga mengalami peningkatan lebih dari 4 kali lipat karena di tahun 2001 hanya ada 0,4% yang merokok, sedangkan di tahun 2004, jumlah tersebut menjadi 1,8%.
Untuk wanita, jumlah perokok juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2001, hanya ada 1,3% wanita dewasa yang merokok, tetapi pada tahun 2004, meningkat menjadi 3,5 kali lipat atau 4,5% wanita merokok. Pada umur 15-19 tahun, wanita yang merokok adalah 0,2% di tahun 2001, tetapi meningkat menjadi 1,9% (atau meningkat 9,5 kali lebih banyak) pada tahun 2004.
Dari sejumlah perokok tersebut, lebih banyak perokok dengan pendidikan rendah daripada tinggi. Jumlah perokok aktif dengan pendidikan tinggi hanya 48% dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah yaitu 67%.
Dilihat dari angka-angkat tersebut, di Indonesia terdapat lebih dari 60 juta perokok, dan ini merupakan jumlah terbanyak ke 3 di dunia (setelah Cina dan India). TCSC-IAKMI mencatat, di Indonesia terdapat 427.948 kematian per tahun akibat penyakit yang berhubungan dengan rokok, atau 1.172 orang per hari.
Apabila dihitung kerugian dalam bentuk rupiah, di tahun 2005 pemerintah harus mengeluarkan Rp.167 triliun karena penyakit akibat rokok, sedangkan pendapatan dari cukai rokok pada tahun yang sama hanya Rp. 32,6 triliun.(www.quittobaccoindonesia.net)
Menurut data dari para peneliti tersebut kelompok umur perokok yang paling muda ditemukan berusia 5-9 tahun. Dari survey tersebut ditemukan bahwa78,2% perokok adalah kaum remaja. Jumlahnya meningkat dua kali lipat dari tiga tahun sebelumnya. Angka tertinggi perokok remaja adalah pada usia 15-19 tahun. Yang lebih mengerikan adalah sebagian dari pemuda-pemuda tersebut, 30 menit setelah bangun tidur sudah ingin merokok. Meningkatnya jumlah perokok muda dari tahun ke tahun tidak bisa terlepas dari pengiklanan rokok yang begitu gencar dan fantastis dengan ikon. (http://forum.um.ac.id/index.php?topic=13071.0)
Secara psikologis remaja SMU (usia 16-18 tahun) berada pada tahapan perkembangan remaja awal. Periode masa remaja awal dikatakan sebagai masa transisi dimana jiwa anak masih labil. Hal ini disebabkan karena anak belum menemukan pegangan hidup yang mantap. Akibat labilnya jiwa anak, menjadikan mereka sangat sensitif terhadap pengaruh-pengaruh dari luar, baik yang bersifat positif maupun negatif (Kartono, 1995). Hurlock (1993) mengungkapkan bahwa masa remaja awal memiliki beberapa ciri tahapan perkembangan yaitu tahap periode peralihan, periode perubahan, periode bermasalah dan periode pencarian identitas. Pada periode pencarian identitas, remaja cenderung meniru tingkah laku orang dewasa yang dianggap menunjukan kematangan dan kemapanan dalam hal identitas diri. Proses identifikasi remaja terhadap orang dewasa menyebabkan mereka mengadopsi perilaku yang ada pada orang dewasa, salah satunya adalah perilaku merokok. Merokok menjadi perilaku negatif yang umum dan bersifat legal bagi para remaja.
Merokok pada remaja perlu mendapatkan perhatian besar. Penurunan sumber-daya manusia dimasa yang akan datang menjadi sesuatu hal yang tidak mustahil terjadi yang disebabkan karena remaja terbiasa dengan perilaku yang tidak sehat. Taylor (Syahrir 2003) menyatakan bahwa perilaku merokok pada remaja dapat menjadi bagian dari serangkaian sindrom perilaku bermasalah secara umum, misalnya: penggunaan obat-obatan terlarang, alkoholik dan perilaku sex bebas.
banyak hal yang dapat menjadi resiko timbulnya perilaku merokok pada anak usia remaja. Subanada (Soetjiningsih, 2004) mengungkapkan bahwa faktor resiko munculnya perilaku merokok pada remaja dipengaruhi oleh berberapa faktor diantaranya: 1). Faktor psikologis/kepribadian yang terdiri dari faktor psikososial yang meliputi stress, rasa bosan, rasa ingin tahu, ingin terlihat gagah, rendah diri dan perilaku yang menunjukan pemberontakan menjadi hal yang mengkontribusi remaja untuk mulai merokok. Selain itu, secara psikologis perilaku merokok pada remaja diasosiasikan juga dengan gangguan psikiatrik. 2). Faktor biologis, meliputi fungsi kognisi, etnik, genetik dan jenis kelamin. 3). Faktor lingkungan, yakni orangtua, saudara kandung, teman sebaya dan reklame atau iklan menampilkan sang idola remaja, 4). Faktor regulatori yakni adanya pajak atau bea cukai yang tinggi terhadap rokok dengan maksud untuk menurunkan daya beli masyarakat terhadap rokok, dan pembatasan fasilitas / lokasi untuk merokok.
Faktor psikologis dapat dilihat dari kajian perkembangan remaja lingkungan, artinya perilaku merokok selain disebabkan oleh faktor dalam di, Erikson mengatakan bahwa setiap remaja akan mengalami fase krisis dalam proses pencarian jati dirinya yang disebabkan karena adanya perubahan fisik dan psikososial. Ketidaksesuaian antara perkembangan fisik, psikis dan sosial menyebabkan remaja berada dalam kondisi dibawah tekanan atau stress. Merokok menjadi alternatif yang mereka pilih karena dianggap dapat mengurangi ketegangan dan membantu relaksasi terhadap stress (Helmi & Komalasari, 2006).
Berdasarkan faktor biologi, merokok merupakan perilaku yang diturunkan secara genetik, dan perilaku ini lebih banyak terjadi pada mereka keturunan ras kulit putih. Sedangkan berdasarkan faktor regulatori, perilaku merokok berkaitan dengan daya beli masyarakat terhadap rokok yang akan terpengaruh oleh kebijakan pemerintah melalui pajak atau bea cukai rokok. Selain itu adanya kebijakan penentuan daerah bebas rokok, menjadi upaya yang diharapkan dapat mengurangi konsumsi mayarakat akan rokok dan sekolah menjadi salah satu tempat yang ditetapkan sebagai kawasan bebas rokok (Soetjiningsih, 2004).
Melihat dari faktor-faktor tersebut, dalam kesempatan ini penulis hanya memfokuskan penelitian pada faktor psikologis (stress) dan sikap remaja sendiri. Penulis ingin melihat bagaimana remaja mengambil sikap tentang merokok.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, peneliti merumuskan permasalahan sebagai berikut: “Apakah terdapat hubungan antara tingkat stress dan sikap remaja tentang merokok dengan perilaku merokok pada remaja di SMU Negeri 1 Rantau?”
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat stress dan sikap remaja tentang merokok dengan perilaku merokok pada remaja di SMU Negeri 1 Rantau.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengidentifikasi gambaran perilaku merokok pada remaja di SMU Negeri 1 Rantau.
2. Untuk mengidentifikasi hubungan yang bermakna antara Stress dengan perilaku remaja terhadap rokok di SMU Negeri 1 Rantau.
3. Untuk mengidentifikasi hubungan yang bermakna antara sikap remaja tentang merokook dengan perilaku remaja terhadap rokok di SMU Negeri 1 Rantau.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
• Mempelajarai serta memahami hubungan antara tingkat stress dan sikap remaja tentang merokok .
• Menambah pengetahuan dan pengalaman serta sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang diperoleh dari perkuliahan akademis.
2. Instansi Pendidikan (SMUN 1 Rantau)
• Sebagai gambaran bagi instansi mengenai perilaku merokok yang terjadi pada siswa.
• Sebagai bahan acuan untuk penegakan disiplin bagi siswa selanjutnya
• Sebagai bahan pemikiran untuk evaluasi kebijakan yang telah diterapkan sekolah bagi para siswa.
• Sebagai landasan untuk pelaksanaan program incidental/ program extra yang membahas mengenai masalah yang berhubungan dengan perilaku remaja.
3. Petugas Kesehatan (Instansi Puskesmas)
Menjadi masukan penting bagi instansi puskesmas setempat sebagai bahan pokok untuk melakukan penyuluhan tentang bahaya merokok sesuai dengan program UKS di SMUN 1 Rantau.
4. Bagi Klien dan Masyarakat
Memberikan masukan dan informasi pentingnya pencegahan penyakit akibat rokok demi anak bangsa yang sehat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Rokok dan Masalahnya
Rokok bukan lagi menjadi barang aneh untuk saat ini, ketika disebut kata “rokok”, yang terbayang adalah sebuah komoditi terlaris yang paling gampang di undang untuk menjadi sponsor pada berbagai event olahraga ataupun pertunjunkan besar. Sampai saat ini jarang sekali toko atau warung yang tidak menjual rokok, bahkan dalam setiap toko grosir makanan rokok bisa mengisi 40–50 % barang yang laris terjual setiap harinya. Melihat fenomena ini sepertinya rokok telah menjelma menjadi kebutuhan pokok layaknya sembako. Seandainya rokok itu sarat manfaat, mengandung unsur gizi yang dibutuhkan tubuh, tentunya tidak masalah. Tetapi rokok sudah diakui sebagai komoditi yang berbahaya bagi kesehatan (Basyir 2005).
a. Sejarah rokok
Rokok merupakan hasil olahan tembakau terbungkus, termasuk cerutu atau bentuk lainnya, yang dihasilkan dari tanaman nicotina tabaccum, nicotina rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. Nikotin merupakan zat atau bahan senyawa pirolidin yang terdapat dalam nicotina tabaccum, nicotina rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat menyebabkan ketergantungan. Sedangkan tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatis yang bersifat karsinogenik (PP No. 19 tahun 2003).
Tembakau itu sendiri, yang merupakan bahan utama untuk rokok ini telah dikenal lama sebelum tahun 1492. Pada saat itu, pelaut Eropa yang menemukan benua Amerika “Colombus” melihat orang-orang Indian menghisap tembakau dengan menggunakan pipa dalam sebuah upacara tertentu sebagai lambang tata cara ramah tamah. Penggunaan pipa berbentuk “Y” yang disebut “tobacco” yang digunakan untuk menghisap tanaman yang cukup banyak mengandung racun ini menjadi dasar mengapa tanaman tersebut dinamakan tembakau (Basyir 2005).
Istilah botanical tembakau itu sendiri, berasal dari kata “nicotiana”, istilah ini diberikan dalam menghormati Duta Besar Perancis untuk Portugal yakni Jean Nicot yang telah mengirim bibit tembakau kepada permaisuri Prancis, Catherine de Medici. Penyebaran tembakau sendiri mulai diperkenalkan ke seluruh Asia dan Afrika pada abad ke-17 oleh para ahli perdagangan Eropa (Nainggolan, 2000).
b. Zat yang Terkandung dalam Rokok
Seperti yang telah di ulas diatas, terdapat dua bahan utama zat yang terkandung dalam setiap batang rokok yakni nikotin dan tar. Nikotin, didalam tubuh menyebabkan perangsangan sistem saraf simpatis. Perangsangan saraf simpatis (pelepasan adrenalin), berdampak pada peningkatan denyut jantung, tekanan darah, kebutuhan oksigen jantung, serta menyebabkan gangguan irama jantung. Selain itu nikotin mengaktifkan trombosit yang beresiko pada timbulnya adhesi trombosit (penggumpalan) ke dinding pembuluh darah termasuk pembuluh darah jantung. Adapun tar, disebut sebagai zat karsinogenik, karena ampas tar yang tersimpan terutama dalam saluran nafas akan mengubah struktur dan fungsi saluran nafas dan jaringan paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Sedangkan pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Hal ini yang memungkinkan terjadinya pembentukan sel kanker.
Selain kedua zat tersebut, masih terdapat zat-zat lain yang terkandung dalam rokok dan berakibat buruk terhadap sistem tubuh. Nainggolan (2000) mengungkapkan zat lain tersebut diantaranya :
Karbonmonoksida : merupakan sejenis gas yang tidak berbau yang dihasilkan dari pembakaran zat arang atau karbon yang tidak sempurna. Gas ini memiliki sifat racun yang dapat mengurangi kemampuan darah membawa oksigen. Hal ini disebabkan karena unsur ini memiliki kemampuan yang cepat untuk bersenyawa dengan haemoglobin, sehingga menggangu ikatan oksigen dengan haemoglobin, yang pada akhirnya menyebabkan suplai oksigen ke seluruh organ tubuh berkurang.
Arsenic : sejenis unsur kimia yang digunakan untuk membunuh serangga.
Nitrogen oksida : Unsur kimia ini dapat mengganggu saluran pernafasan bahkan merangsang kerusakan dan perubahan kulit tubuh.
Ammonium karbonat : zat ini membentuk plak kuning pada permukaan lidah dan menggangu kelenjar makanan dan perasa yang terdapat dipermukaan lidah.
Ammonia : merupakan gas yang tidak berwarna yang terdiri dari nitrogen dan hidrogen. Zat ini sangat tajam baunya dan sangat merangsang. Ammonia ini sangat mudah memasuki sel-sel tubuh. Begitu kerasnya racun yang terdapat dalam zat ini sehingga jika disuntikan sedikit saja kedalam tubuh bisa menyebabkan seseorang pingsan.
Formic acid : jenis cairan yang tidak berwarna yang bergerak bebas dan dapat mengakibatkan lepuh. Cairan ini sangat tajam dan baunya menusuk. Zat ini dapat menyebabkan seseorang seperti merasa digigit semut. Bertambahnya zat ini dalam peredaran darah akan mengakibatkan pernafasan menjadi cepat.
Acrolein : sejenis zat tidak berwarna, seperti aldehid. Zat ini diperoleh dengan mengambil cairan dari gliserol dengan metode pengeringan. Zat ini seduikit banyak mengandung kadar alkohol. Cairan ini sangat menganggu bagi kesehatan.
Hydrogen cyanide : sejenis gas yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak memiliki rasa. Zat ini merupakan zat yang paling ringan, mudah terbakar dan sangat efisien untuk menghalangi pernapasan. Cyanide adalah salah satu zat yang mengandung racun yang sangat berbahaya. Sedikit saja cyanide dimasukkan langsung ke dalam tubuh dapat mengakibatkan kematian.
Nitrous oksida : sejenis gas yang tidak berwarna, dan bila terisap dapat menyebabkan hilangnya pertimbangan dan mengakibatkan rasa sakit.
Formaldehyde : zat yang banyak digunakan sebagai pengawet dalam laboratorium (formalin).Phenol : merupakan campuran yang terdiri dari kristal yang dihasilkan dari destilasi beberapa zat organic seperti kayu dan arang, selain diperoleh dari ter arang. Phenol terikat dengan protein dan menghalangi aktivitas enzim.
Acetol : hasil pemanasan aldehyde (sejenis zat yang tidak berwarna yang bebas bergerak) dan mudah menguap dengan alkohol.
Hydrogen sulfide : sejenis gas yang beracun yang gampang terbakar dengan bau yang keras. Zat ini menghalangi oxidasi enxym (zat besi yang berisi pigmen).
Pyridine : cairan tidak berwarna dengan bau yang tajam. Zat ini dapat digunakan untuk mengubah sifat alkohol sebagai pelarut dan pembunuh hama.
Methyl chloride : adalah campuran dari zat-zat bervalensi satu dimana hidrogen dan karbon merupakan unsurnya yang utama. Zat ini adalah merupakan compound organic yang dapat beracun.
Methanol : sejenis cairan ringan yang gampang menguap dan mudah terbakar. Meminum atau mengisap methanol dapat mengakibatkan kebutaan dan bahkan kematian.
c. Masalah yang Ditimbulkan Akibat Merokok
Melihat dari kandungan bahan-bahan kimia yang terdapat dalam rokok tersebut, sangat jelas bahwa rokok merupakan bahan yang sangat berbahaya bagi tubuh dan dapat menimbulkan berbagai macam gangguan pada sistem yang ada dalam tubuh manusia. Bahkan WHO mencatat, zat-zat yang diuraikan diatas hanya merupakan sebagian kecil zat yang terkandung dalam setiap batang rokok, yang sebenarnya mengandung ± 4000 racun kima berbahaya. Hal ini menjelaskan bahwa rokok benar-benar sangat berbahaya bagi tubuh. Berbagai penyakit mulai dari rusaknya selaput lendir sampai penyakit keganasan seperti kanker dapat ditimbulkan bari perilaku merokok. Beberapa penyakit tersebut antara lain :
a. Penyakit paru
Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) (Sianturi 2003). Bahkan kanker paru merupakan jenis penyakit paling banyak yang diderita perokok. Sekitar 90% kematian karena kanker paru terjadi pada perokok (Basyir 2005)
b. Penyakit jantung koroner
Seperti yang telah diuraikan diatas mengenai zat-zta yang terkandung dalam rorok. Pengaruh utama pada penyakit jantung terutama disebakan oleh dua bahan kimia penting yang ada dalam rokok, yakni nikotin dan karbonmonoksida. Dimana nikotin dapat mengganggu irama jantung dan menyebabkan sumbatan pada pembuluh darah jantung, sedangkan CO menyebabkan supply oksigen untuk jantung berkurang karena berikatan dengan Hb darah. Hal inilah yang menyebabkan gangguan pada jantung, termasuk timbulnya penyakit jantung koroner.
c. Impotensi
Tjokronegoro, seorang dokter spesialis andrologi universitas Indonesia mengungkapkan bahwa, nikotin yang beredar melalui darah akan dibawa keseluruh tubuh termasuk organ reproduksi. Zat ini akan menggangu proses spermatogenesis sehingga kualitas sperma menjadi buruk. Sedangkan Taher menambahkan, selain merusak kualitas sperma, rokok juga menjadi faktor resiko gangguan fungsi seksual terutama gangguan disfungsi ereksi (DE). Dalam penelitiannya, sekitar seperlima dari penderita DE disebabkan oleh karena kebiasaan merokok.
d. Kanker kulit, mulut, bibir dan kerongkongan
Tar yang terkandung dalam rokok dapat mengikis selaput lendir dimulut, bibir dan kerongkongan. Ampas tar yang tertimbun merubah sifat sel-sel normal menjadi sel ganas yang menyebakan kanker. Selain itu, kanker mulut dan bibir ini juga dapat disebabkan karena panas dari asap. Sedangkan untuk kanker kerongkongan, didapatkan data bahwa pada perokok kemungkinan terjadinya kanker kerongkongan dan usus adalah 5-10 kali lebih banyak daripada bukan perokok (Basyir 2005).
e. Merusak otak dan indera
Sama halnya dengan jantung, dampak rokok terhadap otak juga disebabkan karena penyempitan pembuluh darah otak yang diakibatkan karena efek nikotin terhadap pembuluh darah dan supply oksigen yang menurun terhadap organ termasuk otak dan organ tubuh lainnya. Sehingga sebetulnya nikotin ini dapat mengganggu seluruh system tubuh.
f. Mengancam kehamilan.
Hal ini terutama ditujukan pada wanita perokok. Banyak hasil penelitian yang menggungkapkan bahwa wanita hamil yang merokok meiliki resiko melahirkan bayi dengan berat badan yang rendah, kecacatan, keguguran bahkan bayi meninggal saat dilahirkan.
d. Perilaku terhadap Rokok
Merokok merupakan istilah yang digunakan untuk aktivitas menghisap rokok atau tembakau dalam berbagai cara. Merokok itu sendiri ditujukan untuk perbuatan menyalakan api pada rokok sigaret atau cerutu, atau tembakau dalam pipa rokok yang kemudian dihisap untuk mendapatkan efek dari zat yang ada dalam rokok tersebut (Basyir, 2005). Menurut Leventhal dan Clearly terdapat 4 tahap seseorang menjadi perokok, diantaranya :
Tahap preparatory : seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok.
Tahap initiation : tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.
Tahap becoming a smoker : apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang perhari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.
Tahap maintenance of smoking : tahap ini perokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.
Medical Research Council on Respiratory Symptoms 1986 dalam Kurniawati (2000), mengungkapkan bahwa:
“Seseorang dikatakan sebagai perokok adalah mereka yang merokok sedikitnya 1 batang perhari sekurang-kurangnya selama 1 tahun. Sedangkan bukan perokok merupakan orang yang tidak pernah merokok paling banyak 1 batang perhari selama 1 tahun”.
e. Tipe Perokok
Secara umum tipe perokok di bagi menjadi beberapa kategori yakni tipe perokok yang berhubungan dengan udara atau asap yang dihirup, tipe perokok berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi dalam 1 hari, dan tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan diri.
Berdasarkan udara atau asap yang dihirup, perokok dikategorikan menjadi: Perokok pasif yakni mereka yang tidak merokok, tetapi berada di sekeliling perokok dan menghirup asap rokok yang dihembuskan oleh perokok. Perokok aktif, yakni mereka yang menghisap rokok secara langsung (www.kppk.com). Adapun berdasarkan jumlah rokok yang dikonsumsi, tipe perokok dikategorikan menjadi ; Perokok sangat berat, adalah jika mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari, Perokok berat yakni mereka yang merokok sekitar 21-30 batang perhari, Perokok sedang adalah perokok yang menghabiskan rokok 11-21 batang perhari, dan Perokok ringan yang merokok sekitar 10 batang/hari (Basyir 2005).
Sedangkan berdasarkan pengaruh perasaan diri, Tomkins mengkategorikan perokok menjadi ; Pertama, perokok yang dipengaruhi perasaan positif, dimana dengan merokok seseorang merasakan bertambahnya rasa positif. Green dalam psychological factor in smoking (1978) menambahkan, ada tiga sub pada tipe perokok ini : pleasure relaxation, yakni perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah diperoleh, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.
Stimulant to pick them up, yakni perilaku merokok dilakukan hanya sekedarnya untuk menyenangkan perasaan. Pleasure of handling the cigarette, yakni kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok, khususnya pada perokok pipa. Kedua, perokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif, dimana merokok dilakukan seseorang untuk mengurangi perasaan negatif seperti stress, marah, gelisah dan cemas. Maka rokok dianggap sebagai penenang, mereka menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan tidak enak yang dirasakan. Ketiga, perilaku merokok yang adiktif (kecanduan), dimana mereka yang akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan mencari rokok kapan pun mereka inginkan. Keempat, perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan. Mereka merokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka. Tapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan rutinnya. Merokok menjadi perilaku yang bersifat otomatis tanpa disadari (Basyir 2005).



B. Remaja dan Rokok
a. Batasan Remaja
Istilah remaja atau adolesccene berasal dari bahasa latin adolescere yang berarti ”tumbuh” atau tumbuh dewasa. Istilah adolescene yang digunakan sampai sekarang ini mempunyai arti luas mencakup kematangan mental, emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1993).
Santoso, (1993) mendefinisikan remaja sebagai individu yang sedang mengalami perkembangan menuju kedewasaan. Mereka adalah anak-anak yang telah meninggalkan usia 11 tahun dan akan menuju usia 21 tahun. Usia remaja merupakan usia dimana individu mulai berinteraksi dengan masyarakat dan merasa berada sama dalam satu tingkat dengan orang yang lebih tua darinya termasuk dalam hal intelektualnya.
Secara umum masa remaja dibagi kedalam 3 tahap yang dilihat dari rentang usia. Sampai saat ini masih banyak perbedaan mengenai klasifikasi remaja tersebut. Gunarsa (2001) membagi tahapan masa remaja tersebut menjadi : remaja awal (12-14 tahun), remaja pertengahan (15-17 tahun) dan remaja akhir (18-21 tahun).
b. Karakteristik Remaja
Masa remaja mempunyai karakteristik yang khas, dimana semua tugas pekembangan pada masa ini dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk menghadapi masa dewasa. Oleh sebab itu, masa remaja disebut juga sebagai periode peralihan, periode perubahan, periode bermasalah, periode pencarian identitas, dan periode tidak realistik. Pada periode pencarian identitas, remaja yang tidak ingin lagi disebut sebagai anak-anak, berusaha menampilkan atau mengidentifikasi perilaku yang menjadi simbol status kedewasaan. Salah satu perilaku yang muncul adalah perilaku merokok yang mereka anggap sebagai simbol kematangan, dimana perilaku ini seringkali dimulai pada usia sekolah menengah pertama (Hurlock 1993).
Handayani (2006) mengungkapkan bahwa secara umum, remaja memiliki tugas perkembangan yang harus dilaluinya dengan baik. tugas perkembangan tersebut antara lain :
1. Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara efektif
2. Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orangtua.
3. Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin
4. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri
5. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma
Skala nilai dan norma biasanya diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupun dari bintang-bintang yang dikaguminya. Dari skala nilai dan norma yang diperolehnya akan membentuk suatu konsep mengenai harus menjadi seperti “siapakah aku"?, sehingga hal tersebut dijadikan pegangan dalam mengendalikan gejolak dalam dirinya.
Secara psikososial, remaja mulai memisahkan diri dari orangtua. Kebutuhan mereka akan kebebasan menyebabkan remaja lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah dan mulai memperluas hubungan dengan teman sebaya, sehingga keterikatan mereka dengan orangtua berkurang. Pada umumnya remaja menjadi anggota kelompok sebaya (peer group). Kelompok sebaya menjadi sangat berarti dan sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial remaja. Melalui kelompok sebaya, remaja bisa melatih kecakapan sosial, karena melalui kelompok sebaya, remaja dapat mengambil berbagai peran (Mahreni dalam Soetjiningsih 2004).
Sangat besarnya pengaruh teman sebaya, maka dapat dimengerti bahwa teman sebaya sangat berpengaruh pada pembentukan sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku dibandingkan dengan keluarga (Hurlock, 1993).
Sedangkan secara emosional, telah diketahui bahwa masa remaja dianggap sebagai masa “badai dan topan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan hormonal. Hal ini dikuatkan dengan tekanan sosial yang menuntut remaja menampilkan pola kehidupan sosial yang baru. Untuk menghadapi hal tersebut sebagian besar remaja akan mengalami ketidakstabilan demi penyesuaian. Kondisi tersebut menurut Erikson (Edelman, 1990) diistilahkan sebagai kondisi stress pada remaja yang disebabkan perubahan fisik dan psikologis yang terjadi secara bersamaan.
c. Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Remaja terhadap Rokok
Sama halnya dengan penggunaan zat-zat (substance) lainnya, terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap penggunaan rokok atau perilaku merokok pada remaja.
Subanada (Soetjiningsih, 2004) mengungkapkan bahwa terdapat empat faktor resiko bagi remaja sehingga mereka menjadi perokok. Keempat faktor tersebut antara lain:
1. Faktor Psikologik
a. Faktor Psikososial
Aspek perkembangan sosial remaja antara lain: menetapkan kebebasab dan otonomi, membentuk identitas diri dan penyesuaian perubahan psikososial berhubungan dengan maturasi fisik. Merokok menjadi sebuah cara agar mereka tampak bebas dan dewasa saat mereka menyesuaikan diri dengan teman sebayanya. Istirahat, santai dan kesenangan, penampilan diri rasa ingin tahu rasa bosan, sikap menentang dan stress mengkontribusi remaja untuk mulai merokok. Selain itu rasa rendah diri, hubungan interpersonal yang kurang baik, putus sekolah sosial ekonomi yang rendah dan tingkat pendidikan orangtua yang rendah serta tahun-tahun pertama transisi antara sekolah dasar dan sekolah menengah juga menjadi faktor resiko lain yang mendorong remaja mulai merokok.
b. Faktor psikiatrik
Studi epidemiologi pada dewasa mendapatkan asosiasi antara merokok dengan gangguan psikiatrik seperti skizofrenia, depresi, cemas dan penyalahgunaan zat-zat tertentu. Pada remaja, didapatkan asosiasi antara merokok dengan depresi dan cemas. Gejala depresi lebih sering pada remaja perokok daripada bukan perokok. Merokok berhubungan dengan meningkatnya kejadian depresi mayor dan penyalahgunaan zat-zat tertentu. Remaja yang menperlihatkan gejala depresi dan cemas mempunyai resiko lebih besar untuk merokok dari pada remaja yang asimtomatik. Remaja dengan gangguan cemas menggunakan rokok untuk menghilangkan kecemasan yang mereka alami.
2. Faktor Biologik
a. Faktor Kognitif
Kesulitan untuk menghentikan kebiasaan merokok akibat dari kecanduan nikotin disebabkan karena perokok merasakan efek bermanfaat dari nikotin. Beberapa perokok dewasa mengungkapkan bahwa merokok memperbaiki konsentarsi. Telah dibuktikan bahwa deprivasi nikotin menganggu perhatian dan kemampuan kognitif, tetapi hal ini akan berkurang bila mereka diberi nikotin atau rokok. Studi yang dilakukan pada dewasa perokok dan bukan perokok, memperlihatkan bahwa nikotin dapat meningkatkan finger-tapping rate, respon motorik dalam tes fokus perhatian, dan pengenalan memori.
b. Jenis kelamin
Pada saat ini, peningkatan kejadian merokok tidak hanya terjadi pada remaja laki-laki. Begitupun dengan wanita, wanita yang merokok dilaporkan menjadi percaya diri, suka menentang dan secara social cakap.
c. Faktor Etnik
Kejadian merokok di Amerika Serikat cenderung lebih tinggi terjadi pada orang-orang kulit putih dan penduduk asli Amerika, serta terendah pada orang Amerika keturunan Afrika dan Asia. Laporan tersebut memberi kesan bahwa perbedaan asupan nikotin dan tembakau serta waktu paruh kotinin antara perokok dewasa Amerika keturunan Afrika dengan orang kulit putih adalah substansial. Hal ini dapat menjelaskan mengapa ada perbedaan resiko pada beberapa etnik dalam hal penyakit yang berhubungan dengan merokok.
d. Faktor genetik
Variasi genetik mempengaruhi fungsi reseptor dopamin dan enzim hati yang memetabolisme nikotin. Kensekuensinya adalah meningkatnya resiko kecanduan nikotin pada beberapa individu. Variasi efek nikotin dapat diperantarai oleh polimorfisme gen dopamin yang mengakibatkan lebih besar atau lebih kecilnya reward dan mudah kecanduan obat. Pada studi genetik molekular beberapa tahun terakhir, individu dengan alela TaqIA (A1 dan A2) dan TaqIB (B1 dan B2) dari reseptor dopamin D2 lebih mungkin merokok 100 kali atau lebih dalam hidupnya dan mereka lebih awal memulai merokok dan lebih sedikit meninggalkannya.
3. Faktor Lingkungan
Faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan tembakau antara lain orangtua, saudara kandung maupun teman sebaya yang merokok. Selain itu juga karena paparan iklan rokok dimedia. Orangtua sepertinya memegang peranan penting, dalam pembentukan perilaku merokok remaja. Sebuah studi kohort terhadap siswa SMU didapatkan bahwa prediktor bermakna dalam peralihan dari kadang-kadang merokok menjadi merokok secara teratur adalah orangtua perokok dan konflik keluarga.
4. Faktor Regulatori
Peningkatan harga jual atau diberlakukannya cukai yang tinggi, diharapkan dapat menurunkan daya beli masyarakat terhadap rokok. Selain itu pembatasan fasilitas merokok dengan menetapkan ruang atau daerah bebas rokok diharapkan dapat mengurangi konsumsi. Akan tetapi kenyataannya masih terdapat peningkatan kejadian mulainya merokok pada remaja, walaupun telah banyak dibuat usaha-usaha untuk mencegahnya.
Hasil konsensus FKUI (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia) tahun 2000 tentang opiat, masalah media dan penatalaksanaannya, menyatakan terdapat dua hal yang menjadi faktor pendukung bagi seseorang untuk menggunakan zat aditif termasuk rokok yaitu faktor individu dan lingkungan (Oktariani, 2006).
Faktor individu, merupakan faktor yang muncul dari dalam diri remaja. Berkaitan dengan faktor individu, perilaku merokok remaja selalu diasosiasikan dengan ciri perkembangan mereka yakni rasa ingin tahu, proses identifikasi agar telihat seperti dewasa dan ingin terlihat gagah (Hurlock 1993). Sedangkan Erikson (Helmi&Komalasari 2006) mengungkapkan bahwa remaja mulai merokok karena adanya krisis aspek psikososial yang dialami dalam masa proses mencari jati diri. Ketidaksesuaian antara perkembangan psikis dan sosial menyebabkan remaja berada dalam kondisi dibawah tekanan atau stress.
Adapun faktor lingkungan, merupakan faktor eksternal yang berasal dari perilaku merokok seseorang, terutama perilaku merokok yang ada di keluarga keluarga (orangtua atau saudara kandung yang merokok), dan perilaku merokok teman sebaya. Selain itu, berbagai upaya dilakukan oleh para produsen rokok untuk mempengaruhi persepsi remaja terhadap rokok yang ditampilkan melalui iklan baik di media cetak maupun elektronik.
Berdasarkan teori-teori yang berhubungan dengan perilaku remaja terhadap rokok tersebut, bahasan akan dipersempit dengan hanya memfokuskan pada faktor stress, dukungan keluarga, dukungan teman dan iklan.
d. Stress
Stress merupakan respon individu dimana terjadi ketidaksesuaian antara harapan dan pencapaian yang ditampilkan melalui perasaan secara emosional. Banyak hal yang dapat menyebabkan stress, terlambat dalam perjalanan, kecemasan akan kondisi keluarga, ataupun tugas yang sudah ditunggu pada batas waktu akhir. Ketidakmampuan mengatasi hal tersebut dengan baik akan direfleksikan melalui perasaan emosional seperti marah, tegang, cemas bahkan agresi. Padahal Earle mengungkapkan bahwa stress ini merupakan pergerakan energi “mobilized energy” yang diperlukan agar seseorang dapat berfikir lebih baik, sehingga dari ketidaksesuaian yang ada, seseorang dapat menganalisa masalah dan memperbaikinya (Groenewald 2006).
Kesulitan mencari alternatif pemecahan masalah dengan baik menjadi kendala yang sering dihadapi remaja. Kompensasi dari ketidakmampuan menyelesaikan masalah tersebut dialihkan dengan melakukan aktivitas yang mereka anggap dapat mengurangi ketegangan yang terjadi. Merokok menjadi pilihan karena efek relaksasi yang mereka dapatkan dari rokok, yang pada akhirnya berdampak pada kepuasan psikologis remaja (A.F Muchtar 2005). Kepuasan psikologis yang mereka dapatkan mendorong untuk mengulangi perilaku merokok tersebut setiap kali remaja berada dalam tekanan (stress). Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Atkinson (1991) dalam bukunya “Psikologi Perkembangan” bahwa dalam kondisi stress remaja akan cenderung untuk mengulangi perilakuknya.
e. Sikap (attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Menurut penelitian Campbell (1950), Allport (1954), dan Cardno (1955), yang dikutip Notoatmodjo (2003: 124), Batasan lain tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari – hari merupkan reaksi yang berdifat emosional terhadap stimulus social.
Newcomb, salah seorang ahli psikologis social yang dikutip Notoatmodjo (2003: 124-125), menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan poelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu aktifitas atau tindakan, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.
Dalam bagian lain Allport (1954) yang dikutip Notoatmodjo (2003: 125) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu :
1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.
3. Kecenderungan untuk bertindak.
Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memgang peranan penting.
Sikap terdiri dari beberapa tingkatan, yaitu :
1. Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjkan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Karenan dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggungjawab (responsible)
Bertanggungjawab atas segala sesuatu yang dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Berdasarakan teori WHO (dalam Notoatmodjo, 2003: 167) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku tertentu adalah karena adanya 4 alasan pokok diantaranya yaitu sikap.
Sikap adalah menggambarkan suka atau tidak suka terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nila-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabkan oleh beberapa alas an, antara lain :
 Sikap akan nterwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu.
 Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain.
 Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang.
E. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan teori yang mendukung pada penelitian ini, maka dapat digambarkan secara skematis kerangka konsep penelitian sebagai berikut :











Keterangan ;
: Diteliti
: Tidak diteliti

F. Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep penelitian diatas, maka hipotesis yang akan diuji adalah :
H0 : Tidak terdapat hubungan antara tingkat stress dan sikap remaja tentang merokok dengan perilaku merokok remaja.
H1 : Terdapat hubungan antara tingkat stress dan sikap remaja tentang merokok dengan perilaku merokok remaja.











BAB III
METODE PENLITIAN

A. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi
Operasional Parameter Alat ukur Skala Skor
1.



























2. Independen :
Tingkat Stres










Sikap













Dependen : Perilaku merokok pada remaja SMU Kondisi dimana remaja berada dalam tekanan, suasana hati yang tidak menyenangkan, atau menggalami gangguan proses berfikir/mengambil keputusan.




Respon remaja terhadap rokok dan merokok pada usia remaja










Merokok tidaknya remaja dan jumlah konsumsi rokok perhari Kondisi remaja, tingkat stress, stressor, koping.


Klasifikasi :
- Skor 0-5 = ringan
- Skor 6-10 = sedang
- Skor 11-15= berat


-Sangat setuju
-Setuju
-Tidak setuju
-Sangat tidak setuju

Diklasifikasikan menjadi 2 :
-skor ≥ 11 : setuju
-skor ≤ 10 : tidak setuju


Catatan guru dan obesrvasi langsung Wawancara dengan kuesinoner











Wawancara dengan ceklis











Observasi









Ordinal













Ordinal













Ordinal -Rendah (1)
-Sedang (2)
-Berat (3)








-sangat tidak setuju (1)
-tidak setuju (2)
-setuju (3)
-sangat setuju (4)





-merokok (1)
-tidak merokok (0)
-Jumlah konsumsi rokok perhari


B. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian digunakan peneliti sebagai petunjuk dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian untuk mencapai suatu tujuan atau menjawab suatu pertanyaan penelitian, dan sebagai alat untuk mengontrol atau mengendalikan berbagai variable yang berpengaruh dalam penelitian (Nursalam, 2003: 80).
Penelitian ini bersifat korelasional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan korelatif antara tingkat stress dan sikap remaja tentang rokok dengan perilaku merokok pada remaja di SMU Negeri 1 Rantau Kabupaten Tapin. Rancangan penelitian yang digunkan peneliti adalah cross sectional dimana pengukuran / observasi data variable independen dan dependen dilakukan hanyan satu kali pada suatu saat (Nursalam, 2003: 85)
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi penelitian
Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian yang akan diteliti (Notoatmodjo,2002: 81). Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah semua siswa laki-laki yang berjumlah 250 orang di SMU Negeri 1 Rantau Kabupaten Tapin, mulai sejak berlangsungnya penelitian sampai selesai.
2. Sampel penelitian
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimilki oleh populasi (Hidayat,2007: 60). Menurut Soekidjo Notoatmodjo, untuk populasi yang berjumlah kurang dari 10.000, maka besar jumlah sample dapat ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
n =
Keterangan :
N = Besar populasi
n = Besar sample
d = Tingkat kepercayaan / ketetapan yang di inginkan (0,05)
n =
n =
n = 34,4 ≈35
Setelah didapatkan jumlah sample, pengambilan sample dilakukan secara acak (random) melalui sistem pengundian.

D. Jenis Data dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi :
1) Data primer terdiri atas karakteristik responden meliputi tingkat stress, sikap, dan perilaku remaja merokok. Sumber data diperoleh langsung dari hasil wawancara dan kusioner, wawancara dengan ceklis dan observasi yang dilakukan langsung oleh peneliti.
2) Data sekunder terdiri atas gambaran umum lokasi penelitian dan masalah perilaku merokok pada remaja yang terjadi.

E. Teknik dan Instrumen pengumpulan data
1. Teknik pengumpulan data
Data diperolah dari hasil wawancara dengan kuesioner, wawacara dengan ceklis dan observasi yang dalam pelaksanaanya dilakukan langsung oleh peneliti terhadap responden yang menjadi sasaran dalam penelitian ini.
2. Instrumen pengumpilan data
Instrument penelitian ini adalan wawancara dengan kuesioner tentang tingat stress, untuk sikap menggunakan wawancara dengan ceklis serta observasi untuk perilaku merokok pada remaja di SMU Negeri 1 Rantau Kabupaten Tapin.

F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data
Analisa data dilakukan untuk menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan serta untuk menguji secara statistik kebenaran dari hipotesis yang telah ditetapkan. Adapun untuk melakukan analisis data diperlukan suatu proses yang terdiri dari beberapa tahap antara lain :
1. Pengkodean Data (data coding)
Pengkodean dapat merupakan suatu penyusunan data mentah (yang ada dalam kuisioner) kedalam bentuk yang mudah dibaca oleh komputer.

2. Pemindahan Data ke Komputer (data entering)
Data entering adalah memindahkan data yang telah diubah menjadi kode kedalam mesin pengolah data. Caranya adalah dengan membuat coding sheet (lembar kode), direct entry ataupun optical scan sheet.

3. Pembersihan Data (data cleaning)
Data cleaning adalah memastikan bahwa data yang telah masuk sesuai dengan yang sebenarnya. Prosesnya dilakukan dengan cara possible code cleaning (melakukan perbaikan kesalahan pada kode yang tidak jelas/ tidak munghkin ada akibat salah memasukan kode, contingency cleaning dan modifikasi (melakukan pengkodean kembali / recode data yang asli.

4. Penyajian Data (data output)
Data output merupakan data hasil pengolahan, yang disajikan baik dalam bentuk numeric maupun grafik.

5. Penganalisisan Data (data analyzing)
Langkah selanjutnya adalah analisis data, yakni proses pengolahan data untuk melihat bagaimana menginterpretasikan data, kemudian menganalisis data dari hasil yang sudah ada pada tahap hasil pengolahan data. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :
Analisa Univariat
Untuk variable stress, pengambilan data dilakukan dengan menggunakan skala likert, yakni dengan menganalisa seberapa sering remaja mengalami situasi / gejala yang menunjukan stress, dengan point penilaian (3) selalu (2) sering (1) kadang-kadang (0) tidak pernah. Kemudian setelah ditabulasikan, hasil dikategorikan berdasarkan kategori stress menurut Groenewald (2006) menjadi :
Skor antara 0 – 20 : stress ringan
Skor antara 20 – 40 : stress sedang
Skor antara 40 – 60 : stress berat
Sedangkan angket yang digunakan untuk mengukur tentang dukungan keluarga, dukungan teman dan dukungan iklan setiap jawaban Ya diberi nilai 1 (satu), dan jawaban Tidak diberi nilai 0 (nol). Tiap responden akan memperoleh nilai sesuai pedoman penilaian tersebut.
Analisa data untuk variable dukungan keluarga, dukungan teman dan iklan, dimana hasil ukur dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu ada dan tidak ada, dilakukan dengan menggunakan rumus T skor median. Adapun rumus tersebut adalah sebagai berikut :
Keterangan :
X = Skor responden pada varibel yang hendak diubah menjadi skor T
X = Mean skor kelompok
S = Deviasi standar skor kelompok
Kemudian hasil perhitungan di tafsirkan dengan kriteria :
Apabila : T ³ 50 skor T = ada dukungan
T < 50 skor T = tidak ada dukungan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar